²©²ÊÍøÕ¾

Internasional

Putin Buka Suara Kudeta Wagner, Sebut 'Rusia Saling Bunuh'

sef, ²©²ÊÍøÕ¾
27 June 2023 07:00
Presiden Rusia Vladimir Putin berbicara setelah upacara penandatanganan dengan Presiden Aljazair Abdelmadjid Tebboune setelah pembicaraan mereka di Kremlin di Moskow, Rusia, Kamis, 15 Juni 2023. (Mikhail Metzel, Sputnik, Kremlin Pool Photo via AP)
Foto: Presiden Rusia Vladimir Putin berbicara setelah upacara penandatanganan dengan Presiden Aljazair Abdelmadjid Tebboune setelah pembicaraan mereka di Kremlin di Moskow, Rusia, Kamis, 15 Juni 2023. (AP/Mikhail Metzel)

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Pesiden Rusia Vladimir Putin akhirnya buka suara soal kudeta Wagner. Ia menuding ada negara lain yang menginginkan Rusia "saling bunuh".

Hal ini ditegaskannya dalam pidato pertama pasca tentara bayaran Rusia yang berperang di Ukraina itu gagal melakukan pemberontakan, Senin waktu setempat. Ia menunjuk Ukraina dan Barat sebagai biang keladi.

"Sejak awal peristiwa ini, atas perintah saya, langkah-langkah telah diambil untuk menghindari pertumpahan darah besar-besaran," kata Putin dalam pidato yang disiarkan televisi dikutip AFP Selama (27/6/2023).

"Justru pembunuhan saudara yang diinginkan musuh-musuh Rusia, baik neo-Nazi di Kyiv dan pelindung Barat mereka, dan segala macam pengkhianat nasional. Mereka ingin tentara Rusia saling membunuh," tambahnya lagi.

Di kesempatan sama, Putin juga berterima kasih kepada pejabat keamanannya yang telah membendung pemberontakan bersenjata. Termasuk Menteri Pertahanan Sergei Shoigu, yang menjadi target utama pemberontakan.

"Solidaritas sipil menunjukkan bahwa setiap pemerasan, setiap upaya untuk mengatur kekacauan internal, pasti akan gagal," kata Putin.

Ia pun menyinggung tentara Wagner yang tersisa. Ia mengatakan Wagner dapat memilih apakah akan bergabung dengan tentara Rusia atau pergi ke Belarusia atau bahkan kembali ke rumah mereka.

"Hari ini Anda memiliki kemungkinan untuk terus melayani Rusia dengan menandatangani kontrak dengan kementerian pertahanan atau lembaga penegak hukum lainnya, atau untuk kembali ke keluarga Anda dan orang-orang terdekat... ," katanya.

"Siapa pun yang ingin bisa pergi ke Belarusia," kata Putin lagi.

Komentar senada juga dikatakan Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov. Secara implisit bahkan ia menyindir Amerika Serikat (AS) terkait.

Ia mengatakan Amerika antusias mendukung perubahan rezim kapan pun, karena dapat memperoleh menfaat dari itu. Menurutnya, ada banyak perubahan rezim di dunia yang ditanggapi Puman Sam dengan berbeda tergantung siapa yang berkuasa dan sapa yang mencoba melakukan kudeta.

"Di mana Barat senang dengan pemerintah saat ini, dalam situasi seperti itu tidak ada protes yang sah," katanya dalam wawancara dengen media Rusia, Russia Today (RT).

"Tetapi di mana pemerintah tidak mencerminkan kepentingan hegemon dan mengejar kepentingan nasional, dalam kasus tersebut kami melihat berbagai kekuatan yang tidak adil dirangsang [untuk menyerang pihak berwenang]," tambah diplomat itu.

Ia mencontohkan apa yang terjadi di Ukraina tabun 2014 dan Yaman di 2015. Menurutnya, pemimpin Ukraina yang terpilih secara demokratis kala itu, Viktor Yanukovich, terpaksa melarikan diri dari kekerasan pemerintahannya di mana oposisi mencapai kesepakatan yang disponsori Uni Eropa (UE) untuk menyelesaikan krisis hanya beberapa jam sebelumnya.

"Tidak ada perlawanan terhadap pemberontakan itu dari AS atau sekutu Eropanya. Jadi, mereka hanya mengakuinya sebagai zig-zag dalam proses demokrasi," ujarnya.

"Selama bertahun-tahun, semua upaya kami untuk membawa situasi Ukraina ke penyelesaian politik mendapat tanggapan (dari Amerika dan Eropa) bahwa Yanukovich meninggalkan negara itu," kata Lavrov.

Sebelumnya tentara Wagner yang dipimpin Yevgeny Prigozhin melakukan pemberontakan dengan menguasai kota Rostov-on-Don, Rusia selatan. Ketegangan tengan Kementerian Pertahanan menjadi penyebab.

Prigozhin bahkan sempat mengklaim Shoigu telah memerintahkan serangan roket ke kamp lapangan Wagner di Ukraina. Hal itu menewaskan banyak tentaranya.

Titik balik pun terjadi, 23 Juni. Mengutip Al-Jazeera, Prigozhin merilis video yang meningkatkan perseteruannya dengan petinggi militer Rusia.

Untuk pertama kalinya, ia menolak pembenaran inti Putin untuk menyerang Ukraina. Dalam serangkaian rekaman audio berikutnya yang diposting di Telegram, Prigozhin mengatakan "kejahatan" kepemimpinan militer Rusia "harus dihentikan".

"Pasukan tentara bayaran Wagner akan memimpin pawai untuk keadilan melawan militer Rusia," tegasnya.

Pada 24 Juni, Prigozhin mengatakan orang-orangnya telah melintasi perbatasan dari Ukraina ke Rusia dan siap di "sepanjang jalan" melawan militer Rusia. Ia berujar, Wagner telah memasuki kota Rostov-on-Don, Rusia selatan.

Pengakuan ini dibenarkan gubernur setempat. Wagner bahkan menuju Moskow.

Hal ini lalu di respon Kementerian Pertahanan Rusia. Prigozhin dituntun pidana karena menyerukan pemberontakan bersenjata terhadap negara.

Sementara itu, Minggu, Wagner juga dilaporkan tiba-tiba mengakhiri upaya kudeta. Putin disebut setuju untuk menarik tuduhan yang diberikan ke Prigozhin soal pengkhianatan.

Prigozhi pun dilaporkan menerima pengasingan di negara tetangga Belarusia. Di sana, ia disebut akan segera melakukan perjanjian baru dengam pemerintah.

Prigozhi sebenarnya adalah teman dekat Putin. Analis mengatakan krisis kepercayaan antara Prigozhin dan para orang kuat lainnya atau siloviki di Rusia memang mulai menguat.

"Putin meremehkan Prigozhin, sama seperti dia meremehkan Zelensky sebelumnya. Dia bisa menghentikan ini dengan panggilan telepon ke Prigozhin tetapi dia tidak melakukannya," kata analis politik independen, Konstantin Kalachev dimuat AFP.


(sef/sef) Next Article Update Rusia Chaos karena Kudeta Wagner, Putin Bakal Lengser?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular