
Fakta Ngeri 'Kiamat Makanan' Gegara Rusia, Dunia Teriak!

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Rusia pada Senin (17/7/2023) menghentikan partisipasinya dalam Inisiatif Biji-bijian Laut Hitam. Hal ini menyebabkan kekhawatiran di negara-negara berpenghasilan rendah bahwa kenaikan harga akan membuat makanan tidak terjangkau.
Inisiatif Biji-bijian Laut Hitam memungkinkan Ukraina dan Rusia untuk terus mengekspor produk pangannya di tengah peperangan. Kesepakatan ini ditengahi oleh PBB dan Turki dan ditandatangani pada Juli 2022 lalu.
Kremlin mengatakan pihaknya menarik diri dari inisiatif itu lantaran ada kegagalan untuk memenuhi tuntutannya dalam menerapkan aturan pelonggaran perjanjian paralel untuk ekspor makanan dan pupuknya sendiri.
"Sayangnya, bagian dari perjanjian Laut Hitam terkait Rusia sejauh ini belum dilaksanakan, sehingga efeknya dihentikan," kata juru bicara Kremlin Dmitry Peskov kepada wartawan, dikutip Reuters.
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengisyaratkan bahwa penarikan Rusia berarti bahwa pakta terkait untuk membantu ekspor biji-bijian dan pupuk Rusia juga dihentikan.
"Keputusan hari ini oleh Federasi Rusia akan memukul orang-orang yang membutuhkan di mana-mana," ujarnya.
Moskow mengatakan akan mempertimbangkan untuk bergabung kembali dengan kesepakatan biji-bijian jika melihat "hasil nyata" pada tuntutannya, tetapi jaminan untuk keselamatan navigasi sementara itu akan dicabut.
Di Washington, Gedung Putih mengatakan penangguhan pakta oleh Rusia "akan memperburuk ketahanan pangan dan merugikan jutaan orang" dan Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken menyebutnya tidak masuk akal.
Ukraina dan Rusia diketahui merupakan salah satu lumbung pangan dunia. Kedua negara yang saling bertempur itu memproduksi biji-bijian seperti gandum dan jagung.
Peperangan keduanya pun telah mengganggu jalur distribusi pangan bagi dunia, utamanya negara-negara seperti Timur Tengah dan Afrika. Pasalnya, wilayah itu cukup bergantung dari pasokan kedua negara.
Shashwat Saraf, Direktur Kedaruratan Afrika Timur di Komite Penyelamatan Internasional (IRC), mengatakan dampaknya akan sangat besar di Somalia, Ethiopia dan Kenya, yang telah menghadapi kekeringan terburuk dalam beberapa dekade.
"Saya tidak tahu bagaimana kami akan bertahan," kata Halima Hussein, seorang ibu dari lima anak yang tinggal di kamp di ibu kota Somalia, Mogadishu.
Sementara itu, Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky mengangkat prospek melanjutkan ekspor biji-bijian tanpa partisipasi Rusia. Ia menyebut Kyiv akan mencari dukungan Turki untuk secara efektif meniadakan blokade de facto Rusia yang diberlakukan tahun lalu.
"Ukraina, PBB, dan Turki bersama-sama dapat memastikan pengoperasian koridor makanan dan inspeksi kapal," kata Zelensky dalam pesan video malamnya.
"Dunia memiliki kesempatan untuk menunjukkan bahwa pemerasan tidak diizinkan. Kita semua harus memastikan keamanan, perlindungan dari kegilaan Rusia."
(luc/luc) Next Article Nasib Dunia Ada di Meja Putin & Erdogan, Waspada Krisis Ini
