
Pembentukan Badan Penerimaan Negara Bisa Sukses, Ini Syaratnya!

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Pasangan calon (paslon) nomor urut 2, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka, berencana membentuk Badan Penerimaan Negara (BPN) jika dinyatakan sah terpilih sebagai presiden dan wakil presiden.
Pembentukan BPN ini dimaksudkan untuk meningkatkan penerimaan pajak guna memperbesar rasio pajak. Rencana ini menuai berbagai sorotan dari kalangan, termasuk ekonom di Tanah Air. Telisa Aulia Falianty, Guru Besar Bidang Ilmu Ekonomi, menilai pembentukan BPN bisa membantu kinerja perpajakan Tanah Air. Namun, BPN ini harus kredibel.
Telisa mengutip sebuah penelitian Talierco, Jr (2004) dalam Jurnal World Development, yang melakukan riset mengenai tingkat otonomi kekuasaan dan penerimaan negara di empat negara Amerika Latin.
Penelitian ini menemukan bahwa hasil ekonometrik mendukung hipotesis bahwa otonomi itu penting, yakni persepsi mengenai tingkat otonomi yang lebih besar dikaitkan dengan persepsi mengenai kinerja yang lebih baik. Indikator-indikator kinerja meningkat paling besar ketika otonomi tinggi, sedangkan indikator-indikator meningkat paling sedikit ketika otonomi rendah.
"Belajar dari penelitian di Latin Amerika ini, dimana Indonesia memiliki beberapa kemiripan dengan Latin Amerika, bahwa kredibilitas dan kompetensi lembaga melalui Badan Penerimaan Pajak yang independen dapat membantu meningkatkan kinerja penerimaan pajak," kata Telisa, Selasa (27/2/2024).
Namun, Telisa menegaskan lembaga ini harus benar benar bisa memberikan kredibilitas dan memiliki kompetensi yang kuat. Lalu, menurutnya, ada faktor lain sebagai variabel kontrol yang mempengaruhi.
"Ada syarat perlu dan syarat cukup yang harus dipenuhi agar hubungan ini terjamin tercapai, yakni hubungan antara kelembagaan dengan kinerja pajak di Indonesia," katanya
Telisa pun mengingatkan sebelum diterapkan diharapkan ada kajian mendalam terkait cost benefit serta persiapan dari syarat perlu dan syarat cukupnya.
Ini terkait dengan akar permasalahan dari rendahnya tax ratio di Indonesia. Salah satunya adalah karena kesadaran masyarakat yang masih kurang tentang membayar pajak sebagai kewajiban warga negara, Lalu terkait kepercayaan terhadap penggunaan pajak tersebut untuk kepentingan publik secara penuh, tanpa korupsi.
"Kekhawatiran dana pajak disalahgunakan apalagi dengan berbagai kasus yang terjadi di masa lalu bisa semakin meningkatkan tax evasion," ungkapnya. Selain itu, dia menilai tingginya informalitas dan underground economy di Indonesia menjadi akar juga rendahnya pajak khususnya yang terkait badan usaha.
Telisa mengingatkan pembentukan lembaga tanpa perbaikan dari akar masalah tentunya akan mengurangi dampak positif yang diharapkan
"Dan juga kita tidak bisa mengharapkan hasil yang instan karena di tahap awal lembaga ini tentunya secara organisasi, SDM, anggaran dan lain-lain perlu disiapkan dengan matang. Hasilnya biasanya akan dirasakan di jangka menengah panjang," ujarnya.
Dengan demikian, dia memandang ide yang positif harus didukung dengan persiapan matang dan penyelesaian simultan dari akar masalah. Tak lupa, dia melihat masukan dari berbagai stakeholder diperlukan agar persiapan matang. Ini juga terkait dengan alokasi anggaran di tahap awal di tengah beban APBN yang akan semakin meningkat ke depannya.
(haa/haa) Next Article Bangun BPN Butuh Waktu 4 Tahun, Prabowo & Anies Sanggup?