²©²ÊÍøÕ¾

'Catenaccio' Fiskal Kabinet Kerja

Asep Toha Mahpud, ²©²ÊÍøÕ¾
14 July 2018 07:30
Asep Toha Mahpud
Asep Toha Mahpud
Jurnalis lulusan Sastra Prancis Universitas Padjadjaran Jatinangor yang menjalani karirnya di berbagai media, mulai dari media kampus, koran nasional, hingga televisi nasional. Hampir satu setengah dekade terakhir karir jurnalistiknya dihabiskan di kompart.. Selengkapnya
Bertahan atau defensif menjadi salah satu strategi pilihan yang terkadang bisa jitu mengatasi masalah dan mencapai kemenangan.
Foto: Edward Ricardo

Catatan: Artikel ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi ²©²ÊÍøÕ¾Indonesia.com

Bertahan atau defensif menjadi salah satu strategi pilihan yang terkadang bisa jitu mengatasi masalah dan mencapai kemenangan. Strategi ini juga menjadi pilihan Tim Nasional Prancis pada laga semi final piala dunia 2018 melawan tim Belgia di Krestovsky Stadium Saint Petersburg, Russia, Rabu (11/7) waktu setempat. Hasilnya, Les Bleus menjadi kesebelasan pertama yang melaju menjadi finalis perhelatan paling akbar sepak bola dunia.

Secara statistik, Setan Merah Belgia sebenarnya mampu menguasai pertandingan dengan ball position lebih dari 63% ketimbang Prancis yang hanya 36%. Padahal, Prancis dikenal dengan tim yang memiliki gelandang-gelandang terbaik dunia. Meski begitu, Prancis mampu mengancam gawang Thibaut Courtois dengan 19 tendangan ke gawang yang satu di antaranya menjadi gol yang mengantar Tim Ayam Jago menjadi finalis Piala Dunia 2018.

Prancis sukses menyajikan sepakbola catenaccio yang sebelumnya identik dengan sepak bola Italia. Tapi jangan lupa, catenaccio sebenarnya lahir di Prancis. Hellenio Harrera Gavilan yang dikenal sebagai bapak sepak bola catenaccio, justru menerapkan strategi ini untuk pertama kalinya di klub di pinggiran Paris, Puteaux, di medio 1945 silam. Alhasil strategi super bertahan ini bukan hal baru bagi sepak bola Prancis.

Strategi ini sepertinya menjadi pilihan yang juga diambil pemerintahan Jokowi-JK dalam mencapai target perekonomian tahun ini. Dengan mengumumkan tidak akan mengajukan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan, pemerintah memilih untuk bertahan di tengah gempuran sentimen negatif seperti perang dagang dan pengetatan likuiditas global.

Sebagai punggawa utama di sisi fiskal, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memilih peran yang sama yang dijalankan Paul Pogba di tim Prancis. Sektor fiskal yang biasanya mendorong laju pertumbuhan melalui sisi belanja, kini lebih ketat menjaga pertahanan. Hal ini terlihat dari defisit semester pertama APBN 2018 yang hanya Rp 110 triliun. Bandingkan dengan defisit di periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai Rp 170 triliun rupiah.

Optimisme Sri Mulyani akan postur anggaran ini tentunya dengan memperhitungkan berbagai ancaman yang menghadang ekonomi domestik. Apalagi saat ini Indonesia dihadapkan pada pelemahan mata uang seperti halnya semua mata uang berbagai negara berkembang lainnya. Kementerian Keuangan memilih menahan belanja khususnya untuk proyek-proyek yang haus akan impor. Bukan rahasia lagi, lonjakan impor jadi salah satu musabab pelemahan rupiah.

Dengan langkah ini, secara tidak langsung pemerintah memilih mengerem pertumbuhan ekonomi meski tidak diresmikan melalui APBN Perubahan. Dalam pertemuan di Istana Bogor, Sri Mulyani bahkan secara eksplisit menyatakan pertumbuhan tahun ini hanya di kisaran 5,2% atau meleset dari target 5,4%.

Tidak hanya defensif dalam hal fiskal, meniadakan APBN-P artinya pemerintah juga mencoba bertahan dalam hal politik. Pembahasan APBN-P tentunya harus dilakukan dengan parlemen. Di tahun politik seperti sekarang, proses ini akan rentan gesekan, apalagi penghuni parlemen tidak semuanya anggota partai pendukung pemerintah.

Pola catenaccio ekonomi ini tidak hanya terjadi di sisi fiskal, di sisi moneter, Bank Indonesia turut bahu-membahu membangun pertahanan bersama pemerintah. Bank sentral mengambil fungsi libero yang menjaga berbagai ancaman global pada perekonomian khususnya pada nilai tukar dan inflasi. Hanya kurang dari dua bulan, Bank Indonesia telah menaikan bunga acuan tiga kali berturut-turut. Sehingga, total kenaikan bunga acuan telah mencapai 100 basis poin. Otoritas di Jalan MH Thamrin Jakarta ini bahkan masih memberikan sinyal bahwa penaikan bunga masih akan berlanjut.

Sejauh ini kebijakan Bank Indonesia masih mampu menjaga rupiah dari pelemahan yang lebih dalam. Bahkan di sisi daya beli, inflasi masih terjaga di kisaran yang telah ditargetkan. Meski begitu, untuk mendorong beberapa sektor yang masih memiliki ruang tumbuh, bank sentral juga menerbitkan kebijakan pelonggaran makro prudensial.

Salah satunya pelonggaran kebijakan rasio loan to value atau LTV untuk sektor properti. Dengan kebijakan ini, bank sentral secara implisit memperbolehkan perbankan menyalurkan kredit pemilikan rumah tanpa uang muka. Meski terdapat beberapa syarat, tapi otoritas moneter berharap kebijakan ini bisa menjadi sentimen positif untuk sektor properti nasional.

Dengan metode ini, otoritas moneter berharap bisa menjaga pertahanan tapi juga tetap agresif mendorong ekspansi sejumlah sektor ekonomi. Seperti halnya tim nasional Prancis, kuatnya lini pertahanan yang digalang Raphael Verane juga ditakuti musuh karena bisa mencetak gol melalui set piece terukur. Hal ini terbukti dari gol kemenangan Prancis yang justru dilesakkan oleh bek Samuel Umtiti.

Untuk penyerangan, pemerintah hanya mengandalkan manuver-manuver Perusahaan Plat Merah di sektor infrastruktur dan subsidi energi. Untuk ini, pemerintah telah menganggarkan penyertaan modal negara hingga hampir Rp 30 triliun rupiah. PMN ini akan dialokasikan pada PT PLN, PT Hutama Karya dan PT Pengembangan Armada Niaga Nasional. Peran BUMN ini diharapkan bisa terus menjaga momentum konsumsi dan pertumbuhan ekonomi.

Tidak hanya untuk pengembangan infrastruktur, sejumlah BUMN juga tetapi didorong untuk agresif menggapai target pemerintah. Salah satunya pengambilalihan mayoritas saham Freeport Indonesia oleh Inalum. Untuk mendukung Inalum, berbagai bank plat merah juga dikerahkan sebagai sumber dana akuisisi yang kebutuhannya mencapai lebih dari Rp 55 triliun.

Di luar peran BUMN tersebut, nyaris tidak ada lagi upaya untuk mendorong perekonomian. Pemerintah malah memperkuat fokus mereka pada pertahanan ekonomi di tengah panasnya situasi ekonomi dunia akibat berbagai kebijakan presiden Amerika Serikat, Donald Trump.

Pola bertahan pemerintah saat situasi ekonomi dunia bergolak dan ekonomi domestik yang dibayangi sentimen jelang pesta demokrasi, bisa saja membuahkan hasil maksimal seperti Timnas Prancis. Namun pemerintah pun perlu tetap menggenjot pertumbuhan di saat mementumnya mendukung.

Momentum pesta demokrasi biasanya menjadi stimulus untuk konsumsi yang menjadi motor utama perekonomian Indonesia. Pemerintah hanya perlu mengarahkan agar konsumsi tersebut bisa dipasok produsen lokal dan tidak memicu inflasi, ataupun pembengkakan impor yang rentan menekan nilai tukar rupiah.

Keterpakuan pada pola bertahan bukan tidak mungkin malah berujung kegagalan. Hal ini dibuktikan Tim Nasional Inggris yang terjungkal di kaki Kroasia pada laga semi final piala dunia yang digelar di Luzhniki Stadium Kamis (12/7) waktu setempat. Penyebabnya, Inggris gagal memaksimalkan momentum gol yang dicetak Kieran Trippier di awal laga. Skuad Tiga Singa malah memilih memperlambat tempo dan bertahan yang justru berujung petaka karena balasan gol Kroasia yang dicetak Ivan Perisic dan Mario Mandzukic.

Di laga ini, skuad Tiga Singa seolah membiarkan pertahanannya digempur tanpa henti. Hal ini terlihat dari jomplangnya penguasaan bola dan tendangan ke gawang yang malah bisa didominasi anak-anak dari Balkan. Hasilnya, sepak bola kembali broken home alias enggan pulang ke rumahnya di Inggris.
(dru)

Tags

Related Opinion
Recommendation