²©²ÊÍøÕ¾

²©²ÊÍøÕ¾ Research

Setelah Green Economy Muncul Pula Blue Economy, Apa Itu?

Aulia Mutiara Hatia Putri, ²©²ÊÍøÕ¾
19 January 2023 09:45
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Suharso Monoarfa dalam forum G20 di Belitung.
Foto: ²©²ÊÍøÕ¾/Lucky Leonard Leatemia

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Setelah marak upaya pemerintah mewujudkan green economy kini muncul pula istilah baru yakni blue economy. Apa itu? Apa perbedaannya dengan green economy saat ini? Serta sampai dimana upaya pemerintah dalam mengusahakan pembangunan berkelanjutan?

Green Economy atau ekonomi hijau sebagai sebuah konsep pembangunan telah lama digulirkan oleh media dunia atau lembaga-lembaga internasional.

Di Indonesia sendiri ternyata ekonomi hijau sebagai bagian dari pembangunan berkelanjutan bukanlah hal baru, karena Prof. Otto Sumarwoto telah berupaya mewacanakan mengenai perihal pembangunan berkelanjutan sejak tahun 1972.

Hal tersebut dirangkum dalam sebuah buku yang berjudul Overview of Indonesia's Sustainable Development, yang merekam berbagai upaya mengarah pembangunan berkelanjutan

Mengenal Economy Hijau dan Berbagai Upaya Pemerintah

Dikutip dari buku Pengantar Green Economy, green economy sendiri merupakan salah satu faktor yang mampu memperbaiki kondisi kehidupan manusia dan keadilan sosial, dan secara signifikan mampu mengurangi risiko lingkungan dan kelangkaan sumber daya lingkungan.

Menurut United Nations Environment Programme (UNEP) yang dimaksud green economy atau ekonomi hijau adalah kegiatan ekonomi rendah karbon, menghemat sumber daya, dan inklusif secara sosial.

Inklusif secara sosial yang dimaksud adalah merancang kegiatan ekonomi yang secara langsung dapat memberikan ruang akses yang lebih baik dan berkelanjutan terhadap layanan dasar, sumber daya, dan penciptaan lapangan kerja hijau. Pengertian green economy juga tidak lepas dari aspek perlindungan sumber daya alam dan sumber daya manusia serta pengurangan angka kemiskinan.

Saat ini pemerintah Indonesia tengah memberikan perhatian penuh terhadap pengembangan energi baru dan terbarukan dalam skala nasional maupun global. Salah satu upayanya dengan mengantisipasi perubahan iklim melalui penandatanganan Paris Agreement sebagai bentuk keterlibatan dalam komitmen global untuk menanggulangi perubahan iklim.

Dari sini hadir lah istilah ekonomi hijau atau green economy sebagai salah satu strategi utama transformasi ekonomi dalam jangka menengah panjang untuk mempercepat pemulihan ekonomi pascapandemi Covid-19, serta mendorong terciptanya pembangunan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan.

Secara praktis, green economy adalah ekonomi yang pertumbuhan pendapatan dan lapangan kerjanya didorong oleh investasi publik dan swasta yang mengurangi emisi karbon dan polusi, meningkatkan efisiensi energi dan sumber daya, serta mencegah lenyapnya keanekaragaman hayati dan layanan ekosistem.

Pemerintah Indonesia juga menetapkan arah kebijakan melalui Pembangunan Rendah Karbon dengan menggunakan Nationally Determined Contributions (NDC), serta berkomitmen untuk mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 29% pada tahun 2030.

Program tersebut membutuhkan biaya Rp28.223 triliun. Kebutuhan dana terbesar tersebut paling banyak berasal dari sektor transportasi dan energi yang mencapai Rp26.602 triliun.

Green economy Indonesia ditopang oleh enam sumber energi terbarukan yaitu, gelombang laut, panas bumi, bioenergi, air, angin, dan panas matahari. Untuk mengoptimalkan energi terbarukan, pemerintah melakukan telah melakukan berbagai upaya. Salah satunya dengan dibuatnya Peraturan Presiden Nomor 12 tahun 2022 tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan untuk Penyediaan Tenaga Listrik.

Komitmen pemanfaatan energi surya saat ini ditindaklanjuti pemerintah melalui Program Strategis Nasional (PSN) 3,6 GW PLTS atap, Grand Strategi Energi Nasional (GSEN), dan RUPTL hijau.

Sebagai informasi, GSEN ini merupakan gambaran bahwa pemerintah saat ini tengah bergerak ke arah EBT sekaligus mengenalkan pada dunia bahwa Indonesia punya skenario untuk mencapai NZE pada 2060 atau lebih cepat.

Selain itu pemerintah mengupayakan tambahan pembangkit setelah tahun 2030 hanya dari EBT. Mulai 2035 akan didominasi oleh Variable Renewable Energy (VRE) berupa PLTS, pada tahun berikutnya menyusul PLTB dan PLT arus laut. PLTP juga akan dimaksimalkan hingga 75 persen dari potensinya.

Sepanjang 2022 lalu, kapasitas pembangkit EBT bertambah sebesar 1.004 MW. Dengan demikian, pembangkit EBT secara nasional secara total telah mencapai 12.535 MW.

Hingga saat ini, ada banyak transformasi transformasi yang sedang diupayakan pemerintah untuk mencapai target tersebut.

Upaya Wujudkan Green Economy Masih Berjalan, Muncul Istilah Blue Economy

Seiring dengan upaya green economy muncul pula istilah blue economy yang sebenernya belum terlalu dikenal di Indonesia. Sebenarnya apa itu blue economy?

Pada dasarnya, konsep blue economy sendiri tidak jauh berbeda dengan konsep green economy dari segi lingkungan maupun pada aspek penekanan ekonomi. Perbedaan utama blue economy dan green economy terletak pada fokus pembangunan ekonomi.

Bila green economy Indonesia fokus pada pembangunan ekonomi yang berkelanjutan dan penurunan risiko kerusakan lingkungan, maka blue economy lebih difokuskan pada pembangunan ekonomi yang berkelanjutan di sektor kelautan.

Konsep ekonomi biru Indonesia dilandasi oleh potensi laut negara kepulauan Indonesia sehingga perlu pelestarian sumber daya laut yang akan berdampak pada cadangan sumber pangan yang berkelanjutan.

Hal ini sejalan dengan tujuan kebijakan pembangunan kelautan nasional yang tercantum dalam RPJPN 2005-2025 pada misi ketujuh, yaitu mewujudkan Indonesia menjadi negara kepulauan yang mandiri, maju, kuat, dan berbasiskan kepentingan nasional melalui pembangunan ekonomi kelautan berkelanjutan yang ramah lingkungan.

Sebagai negara maritim, Indonesia memiliki kekayaan laut melimpah. Menurut Kementerian Kelautan dan Perikanan, Potensi kekayaan laut di Indonesia mencapai ratusan triliun rupiah.

Dalam catatan ²©²ÊÍøÕ¾, Direktur Jenderal Perikanan Budidaya Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) TB Haeru menjelaskan potensi kekayaan laut mencapai US$ 1,33 triliun atau setara Rp 19.840 triliun (Rp 14.917/US$) dari 11 segmen usaha. Sementara dari sisi budidaya potensinya mencapai 16%.

Dalam hal neraca perdagangan, sepanjang triwulan pertama tahun 2022, produksi sektor kelautan dan perikanan membawa hasil yang memuaskan. Neraca perdagangan sektor perikanan surplus sebesar USD 1,39 miliar. Naik 21,78% jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya.

Bagaimana perkembangan blue economy saat ini? Apakah pemerintah juga turut fokus seperti green economy yang kian nyaring terdengan saat ini.

Berdasarkan telusuran Tim Riset ²©²ÊÍøÕ¾, blue economy kini tengah aktif digarap oleh Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas). Peta jalan pun tengah disusun dan siap diluncurkan tahun 2023 ini.

Diketahui bahwa penyusunan peta jalan telah dilakukan melalui berbagai tahapan satu tahun belakangan.

Pada akhirnya, green economy dan blue economy merupakan satu kesatuan yang sejalan untuk pembangunan yang berkelanjutan. Dengan catatan, kedua istilah ini bukan hanya istilah yang dimunculkan saja namun harus juga jelas praktiknya. 

Harapannya, istilah-istilah berkelanjutan yang diupayakan pemerintah bukan hanya greenwashing yakni strategi pemasaran dan komunikasi yang dilakukan perusahaan dalam rangka membangun citra ramah lingkungan, tetapi hal tersebut hanyalah palsu.

Seperti sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengaku sudah banyak melihat praktik pencatatan kegiatan ekonomi hijau (green economy) yang manipulatif di negara-negara Eropa. Indonesia tak boleh ikut-ikutan.

TIM RISET ²©²ÊÍøÕ¾ INDONESIA

(aum/aum)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation