²©²ÊÍøÕ¾

Sectoral Insight

Anggaran-Subsidi Pupuk Turun, Sektor Pertanian Jadi Anak Tiri

Putu Agus Pransuamitra, ²©²ÊÍøÕ¾
16 May 2023 20:40
Ilustrasi Pertanian Kekeringan. (Dok. Freepik)
Foto: Ilustrasi Pertanian Kekeringan. (Dok. Freepik)
  • Anggaran pertanian makin turun pada saat dunia menghadapi tingkat rawan krisis pangan akut yang bisa membuat dunia mengalami kiamat makanan. 
  • Anggaran turun, subsidi pupuk rendah, dan lahan sawah yang turun menyebabkan tingkat produktivitas stagnan dan tidak bertumbuh
  • Sayangnya anggaran untuk riset dan inovasi teknologi malah makin kurus kering di periode kedua Jokowi saat menterinya seorang kader partai

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Indonesia makin dekat ke krisis ketahanan pangan jika kebijakan pertanian tidak ada perubahan ekstrim. Saat dunia sedang kalut dengan kiamat pangan, anggaran pertanian yang jadi sumber pangan Indonesia malah terus turun pada pemerintahan presiden Joko Widodo.

Saat efektif pertama kali menjadi presiden pada 2015, Jokowi sempat menaikkan anggaran Kementerian Pertanian (Kementan) secara signifikan, hingga 112% menjadi Rp32,7 triliun dibandingkan era akhir SBY.

Tapi kenaikan signifikan itu malah tak berlanjut pada tahun berikutnya dan terus turun hingga mencapai Rp14,45 triliun pada 2022 atau turun hingga Rp18 triliunan dari awal menjabat.

Belum lagi urusan subsidi pupuk yang makin mahal di era harga minyak dan gas dunia yang selangit akibat konflik di Eropa antara Rusia dan Ukraina. Harga pupuk global, dan juga domestik melonjak lebih dari dua kali lipat, karena ada bahan baku utama ada yang berasal dari kawasan konflik.

Alih-alih makin tinggi, subsidi pupuk malah turun nilainya pada tahun lalu. Tercatat pada 2022 subsidi pupuk pemerintah sebesar Rp25 triliun, dibandingkan 2020 sebesar Rp34 triliun.

Proteksi harga pupuk yang lemah oleh pemerintah juga terjadi pada lahan sawah yang tercatat turun menjadi 7,46 juta hektar pada 2019 dari 8,08 juta hektar pada 2015.
Sayangnya datanya tidak tersedia lagi di BPS, diganti dengan data luas panen dan angkanya melonjak. Luas panen padi pada 2020 diperkirakan sebesar 10,66 juta hektar, turun sebanyak 20,61 ribu hektar dari 2019.

Saat anggaran pertanian turun, subsidi pupuk jatuh, dan lahan sawah tidak berkembang, tingkat produktivitas pertanian yang cenderung stagnan. Beda dengan jaman SBY yang cenderung naik.

Saat produktivitas mandek dan lahan sawah cenderung turun, teknologi bisa memiliki peran vital.

Nahas, anggaran untuk teknologi di dalam badan Kementan pun makin "kurus". Hal yang patut dipertanyakan ketika negara lain berlomba untuk memanfaatkan teknologi demi ketersediaan dan ketahanan pangan.

Berdasarkan Nota Keuangan Tahun Anggaran 2023, program riset dan inovasi ilmu pengetahuan dan teknologi pada 2023 belum dianggarkan. Namun pada 2022 nilainya hanya Rp306,6 miliar, jauh dibandingkan dengan nilai pada 2019 yakni Rp1,8 triliun. Angka Rp1,8 triliun pun konsisten sejak 2015 atau era Jokowi bahkan sempat mencapai Rp2 triliun pada 2018.

Menariknya penurunan anggaran riset dan inovasi teknologi terjadi di periode kedua Jokowi atau saat menteri Syahrul Yasin Limpo.

Jika menilik latar belakang Limpo, pendidikan dia tidak berkaitan dengan pertanian. Sebab Limpo memiliki latar belakang pendidikan hukum. Belum lagi Yasin Limpo adalah kader partai politik Nasdem.

Beda dengan menteri pertanian sebelumnya yakni Andi Amran Sulaiman yang memiliki latar belakang pertanian bahkan menjadi penemu serta pengusaha di bidang cocok tanam.

Andi Amran adalah termasuk orang penemu sekaligus penerima Hak Paten Alat Empos Tikus "Alpostran" untuk menangani hama tikus.

Mungkin saja perbedaan ini yang menyebabkan ada perubahan kebijakan anggaran riset dan inovasi teknologi.

Krisis Pangan

Jika tidak ada perubahan yang drastis mengenai anggaran kebijakan, serta fokus teknologi, bisa jadi krisis pangan Indonesia menjadi keniscayaan.

Asal tahu saja, Organisasi Pangan Global (FAO) mengungkapkan dalam laporan bertajuk "Global Report on Food Crises: acute food insecurity hits new highs" bahwa dunia sedang menghadapi kerawanan pangan akut.

Dalam laporan tersebut FAO mengungkapkan sebanyak 193 juta orang di 53 negara mengalami kerawanan pangan akut pada 2021. Jumlah ini meningkat sebanyak 40 juta orang dari jumlah 2021.

Memang ada sejumlah langkah untuk mendorong sektor pertanian. Misalnya saja, pembangunan bendungan, embung dan irigasi. Sejak tahun 2015 sampai 2018, pemerintah telah membangun 55 bendungan, jaringan irigasi 865.389 ha dan embung sebanyak 942 buah.

Presiden Joko Widodo juga menginisiasi pembangunan kawasan pangan atau food estate, yang tidak hanya menanam padi namun tanaman pangan utama lain yang berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek), modal, serta organisasi dan manajemen modern. Program food estate menjadi Program Strategis Nasional 2020-2024 dengan target lumbung pangan nasional pada lahan seluas 165.000 ha.

Hasilnya, masih menjadi tanda tanya. Banyak pihak meragukan hasil dari mega proyek ini, karena terlalu ambisius, dan pengerjaannya justru semacam menjadi bancakan kementerian dan lembaga di luar nomenklaturnya, yaitu Kementan. Misalnya, Kementerian Pertahanan yang biasa mengurus senjata dan pertahanan ikut ikutan membuka lahan, juga kementerian koordinasi seperti Kemaritiman dan Investasi ikut mengklaim.

²©²ÊÍøÕ¾Â INDONESIA RESEARCH

[email protected]

(pap/pap)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation