
Dedolarisasi Nyata, Mampukah RI-China Tendang Dolar?

- Upaya dedolarisasi tampaknya semakin serius digarap oleh dua kelompok ekonomi di dunia.
- ASEAN dan BRICS telah mengadakan pertemuan dan sepakat mengurangi penggunaan dolar Amerika Serikat (AS) dalam transaksi perdagangan Internasional.
- Lantas mampukah negara dunia singkirkan dolar? Bagaimana komposisi dolar dalam perdagangan internasional?
Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Rencana untuk menyingkirkan dolar di kehidupan ini semakin nyata. Dua kelompok ekonomi besar yakni ASEAN dan BRICS telah mengadakan pertemuan dan sepakat mengurangi penggunaan dolar Amerika Serikat (AS) dalam transaksi perdagangan Internasional.
ASEAN yang merupakan persekutuan negara-negara di kawasan Asia Tenggara memiliki 11 negara. Di antaranya Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand, Filipina, Laos, Kamboja, Brunei, Vietnam, Myanmar, dan Timor Leste.
Sementara itu, BRICS (Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan) kini beranggotakan 11 orang dengan bergabungnya 6 anggota baru termasuk Arab Saudi dan Iran. Anggota BRICS diperkirakan bakal bertambah gendut hingga mencapai 40 anggota.
Dengan kekuatan kedua kelompok ekonomi ini, mampukah dunia 'tendang' dolar?
RI pimpin ASEAN 'Buang' Dolar AS
Misi khusus Bank Indonesia (BI) dibawa dalam Keketuaan ASEAN 2023.Hal ini tertuang dalamPriority Economic Deliverables(PED). Salah satu PED tersebutadalah mengajak negara-negara ASEAN untuk memanfaatkan mata uang lokal masing-masing saatbertransaksi atau local currency transaction (LCT).
Setelah sempat digelar pertama kali pada Maret lalu, pertemuan ASEAN Finance Ministers and Central Bank Governors Meeting (AFMGM) bakal dilanjut pada 22-25 Agustus 2023.Pertemuan AFMGM ke-2 yang juga akan menjadi pertemuan penutup ini akan menegaskan perwujudan komitmen dan kolaborasi untuk menjaga stabilitas ekonomi kawasan.Lantas apa saja yang disorot?
Untuk diketahui, pertemuan AFMG kali ini bertujuan untuk memantau dan memperbarui perkembangan capaian-capaian dalamPriority Economic Deliverables(PED) dan untuk mendiskusikan isu-isu terkini yang menjadi perhatian utama bagi negara-negara anggota ASEAN.
Adapun tiga Priority Economic Deliverables (PED) di bawah kerangka kerja sama sektor keuangan terdiri darisebagai berikut.
Memanfaatkan mata uang lokal masing-masing negara ASEAN tertuang dalam agenda ke-dua yaknimemajukan konektivitas pembayaran, mendorong literasi dan inklusi keuangan digital untuk mendukung pertumbuhan ekonomi inklusif (Digital Economy).
Pengurangan penggunaan dolar AS pada sistem pembayaran yang terintegrasi akan mengurangi risiko global terhadap negara kawasan. Hal ini sejalan dengan kesepakatan bersama dalam mempercepat transformasi negara kawasan.
Sebagaimana kita ketahui bahwa lima negara ASEAN yakni Indonesia, Singapura, Malaysia, Thailand, dan Filipina telah menyepakati kerja sama pembayaran lintas negara ASEAN menggunakan QR Code atau e-wallet.
China Pimpin BRICS Buang Dolar AS
Aliansi dagang antara Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan (Afsel), BRICS, telah mengambil manuver untuk menjauhkan dominasi dolar Amerika Serikat (AS) di dunia. Hal ini ditugaskan kepada lembaga bantuan perbankan aliansi itu, Bank Pembangunan Baru (NPB).
Menteri Keuangan Afsel, Enoch Godongwana mengatakan NDB perlu meningkatkan penggalangan dana dan pinjaman mata uang lokalnya. Ini untuk mengurangi resiko dampak fluktuasi valuta asing kepada langkah dedolarisasi.
China menjadi pemimpin dari BRICS sekaligus menjadi negara paling aktif dalam upaya dedolarisasi. China ini memang secara diam-diam sudah banyak melobi negara-negara untuk melepaskan dolar AS dan menggunakan yuan sebagai mata uang internasional.
Untuk diketahui, bahwa China ini sudah menggandengan Rusia, Brazil, India,Kazakhstan, Pakistan, hingga Laos untuk meninggalkan dolar AS. Mereka sepakat menggunakan mata uang yuan atau mata uang lokal negara masing-masing dalam transaksi perdagangan internasional.
Tiongkok juga mendekati banyak perusahaan untuk melakukan transaksi ekspor impor menggunakan yuan. Tak kurang dari Total hingga Saudi Aramco sudah dikejar China.
Pada Januari 2023, China melakukan langkah besar dalam rangka membuat yuan dikenal internasional.
DataThe Bank for International Settlements menunjukkan yuan menjadi mata uang dengan pertumbuhan trading paling cepat di antara 39 mata uang lainnya. Setelah perpanjangan waktu trading, rata-rata penggunaan mata uang yuan mencapai US$ 526 miliar per hari.
Nilai tersebut naik 70% dan Standard Chartered Renminbi Globalisation Index menunjukkan penggunaan yuan dalam perdagangan internasional naik 26,6% pada 2022.
Selain itu, China juga melancarkan misinya elalui jalur investasi dan pasar bond. Pasar obligasi Dim Sum menjadi salah satu penyumbang penggunaan yuan terbesar. Obligasi tersebut berdenominasi yuan dan diterbitkan di Hong Kong.
Pada 2022, transaksi internasional dengan menggunakan mata uang yuan mencapai CNY 42,1 triliun atau US$ 6,1 triliun. Angkanya naik tiga kali lipat lebih dibandingkan pada 2015 atau dalam tujuh tahun terakhir.
Meskipun gencar mengkampanyekan penggunaan yuan. Dana Moneter Internasional (IMF) mencatat bahwa share cadangan devisa global berdenominasi dolar AS memang turun tajam dari 71% pada 2000 menjadi 58,36% pada 2022.
Meskipun mengalami penurunan, share dolar AS masih saja terbilang sangat besar dibandingkan negara lain.
Seperti mata uang euro yang hanya memiliki share sebesar 20,47%.Selain itu, ada pula Renminbi China yang digadang-gadang akan menggantikan 'king dollar' ternyata hanya memiliki share 2,69%.
Meskipun mengalami penurunan, nyatanya share dolar AS masih saja terbilang sangat besar dibandingkan negara lain.
Meski demikian, potensi China memperlebar penggunaan yuan sekaligus membuang dolar AS makin terbuka ke depan.
Terlebih, kekuatan ekonomi BRICS tak main-main. Data IMF menunjukkan BRICS secara kolektif akan menyumbang 32,1% PDB global pada tahun 2023. Angka tersebut naik dari hanya 16,9% pada tahun 1995. Dengan kata lain, dalam kurun waktu sekitar 28 tahun, PDB BRICS diproyeksikan mengalami doubling atau naik hampir 100%.
Jika dibandingkan pula dengan G7 yang beranggotakan Kanada, Inggris, Perancis, Italia, Jepang, Jerman, dan Amerika Serikat, maka BRICS diekpektasikan akan melewati cakupan PDB G7 yang pada 2023 hanya 29,9% sedangkan BRICS diharapkan sebesar 32,1%.
²©²ÊÍøÕ¾ INDONESIA RESEARCH
(aum/aum)