²©²ÊÍøÕ¾

Newsletter

Hari Penentuan Tiba: AS Akan Buat Dunia Menangis atau Ketawa?

Chandra Dwi, ²©²ÊÍøÕ¾
20 September 2023 06:00
US-ECONOMY-BANK-RATE-INFLATION
Foto: REUTERS/Carlos Barria/File Photo
  • Pasar keuangan Tanah Air kembali bervariasi kemarin, karena investorÌýmasih menahan investasinya menanti keputusan suku bunga acuan dari bank sentral di beberapa negara, terutama The Fed dan Bank Indonesia (BI).
  • Wall Street ditutup melemah, karena investor masih cenderungÌýwait and see.
  • Pada hari ini, bank sentral China dan AS akan mengumumkan suku bunga pinjaman acuan terbarunya

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Pasar keuangan Tanah Air pada perdagangan Selasa(19/9/2023) awal pekan cenderung bervariasi, di mana Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup menguat. Sedangkan rupiah dan Surat Berharga Negara (SBN) terpantau merana.

Pasar keuangan Indonesia diperkirakanÌýakan bergejolak pada hari ini karena menungguÌýkebijakan suku bunga di China dan Amerika Serikat (AS). Selengkapnya mengenai pergerakan pasar keuangan hari ini bisa dibaca pada halaman 3 artikel ini.

Menurut data dari Bursa Efek Indonesia (BEI), IHSG pada perdagangan kemarin, Selasa (19/9/2023) ditutup menguat 0,64% ke posisi 6.980,321. IHSG masih belum berhasil mencetak level psikologis 7.000 hingga kemarin.

Nilai transaksi indeks pada perdagangan kemarin mencapai sekitaran Rp 10 triliun, dengan melibatkan 16 miliaran saham yang berpindah tangan sebanyak 1,1 juta kali. Sebanyak 278 saham menguat, 243 saham melemah, dan 231 saham lainnya stagnan.

Investor asing mencatatkan aksi beli bersih (net buy) mencapai Rp 343,27 miliar di seluruh pasar pada perdagangan kemarin, dengan rincian sebesar Rp 9,63 miliar di pasar reguler dan sebesar Rp 333,64 miliar di pasar tunai dan negosiasi.

Sedangkan di bursa Asia-Pasifik, IHSG cukup eksis kemarin, di mana hanya ada dua indeks yang menguat yakni Hang Seng Hong Kong dan IHSG

Berikut pergerakan IHSG dan bursa Asia-Pasifik pada perdagangan Selasa kemarin.

Sedangkan untuk mata uang rupiah pada perdagangan kemarin kembali ditutup terkoreksi di hadapan dolar Amerika Serikat (AS). Berdasarkan data Refinitiv, rupiah mengakhiri perdagangan kemarin di posisi Rp 15,375/US$, turun tipis 0,07% di pasar spot.

Namun, rupiah tidak sendirian. Mayoritas mata uang Asia juga terpantau kembali terkoreksi di hadapan The Greenback kemarin. Kecuali yuan China, rupee India, dan dolar Singapura.

Berikut pergerakan rupiah dan mata uang Asia pada perdagangan Selasa kemarin.

Sementara di pasar surat berharga negara (SBN), pada perdagangan kemarin harganya kembali melemah, terlihat dari imbal hasil (yield) yang kembali naik.

Melansir data dari Refinitiv, imbal hasil (yield) SBN tenor 10 tahun yang merupakan SBN acuan negara terpantau naik 1,6 basis poin (bp) menjadi 6,749%.

Yield berlawanan arah dari harga, sehingga naiknya yield menunjukkan harga obligasi yang sedang melemah, demikian juga sebaliknya. Satuan penghitungan basis poin setara dengan 1/100 dari 1%. Ketika yield naik, maka tandanya investor sedang melepas SBN.

Pasar masih menanti sikap dari beberapa bank sentral yang akan mengumumkan suku bunga acuannya pada pekan ini.

Sembilan bank sentral akan merilis suku bunganya pekan ini. Kesembilan bank sentral ini menjadi perhatian publik karena merupakan anggota G20 dengan Produk Domestik Bruto (PDB) terbesar di dunia. Oleh karena itu, kebijakan yang diambil kesembilan negara ini akan berdampak besar bagi negara-negara lainnya.

Kesembilan bank sentral itu terdiri dari bank sentral China (People's Bank of China/PBoC) yang merilis data suku bunganya pada Rabu besok dan bank sentral Jepang (Bank of Japan/BoJ) pada Jumat mendatang.

Puncaknya adalah pada Kamis mendatang, di mana ada tujuh bank sentral yang akan mengumumkan suku bunga yakni bank sentral Brasil, Turki, Afrika Selatan, Inggris, Saudi Arabia, Indonesia, dan tentu saja Amerika Serikat (AS).

Salah satu bank sentral yang paling ditunggu pasar yakni bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed). Suku bunga The Fed dinilai akan ditahan di level 5,25-5,50% oleh pelaku pasar.

Hal ini sesuai dengan survei perangkat CME FedWatch yang didominasi bahwa 99% mengatakan pause. Sedangkan hanya 1% yang mengatakan suku bunga AS mengalami kenaikan 25 basis poin (bp).

Sedangkan dari dalam negeri, Bank Indonesia (BI) akan menggelar Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada 20-21 September dan akan mengumumkan hasilnya pada Kamis, 21 September siang.

Konsensus pasar dalam Reuters memperkirakan BI akan kembali mempertahankan suku bunga acuannya di level 5,75%. Jika ekspektasi pasar tersebut benar, maka BI sudah menahan suku bunga acuannya sejak tujuh bulan terakhir.

Beralih ke Amerika Serikat (AS), bursa Wall Street ditutup di zona merah pada perdagangan Selasa kemarin, karena investor masih menantikan keputusan suku bunga terbaru dari bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed).

Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) ditutup melemah 0,31% ke posisi 34.517,73, S&P 500 terkoreksi 0,22% ke 4.443,95, dan Nasdaq Composite terpangkas 0,23% menjadi 13.678,19.

Pertemuan The Fed akan berlangsung mulai siang hari ini waktu AS dan akan berlangsung selama dua hari hingga Rabu besok waktu AS. Kemudian, hasil pertemuan The Fed ini akan diumumkan pada Rabu siang waktu AS atau Kamis dini hari waktu Indonesia.

Tak hanya mengumumkan suku bunga acuan, The Fed juga akan merilis Ringkasan Proyeksi Ekonominya, termasuk dot plotnya, yang akan memberikan gambaran sekilas tentang perkiraan lintasan suku bunga, inflasi dan pertumbuhan ekonomi oleh Komite Pasar Terbuka Federal (Federal Open Market Committee/FOMC).

Pelaku pasar memperkirakan The Fed tidak akan menaikkan suku bunga ketika mengumumkan keputusannya. Hal ini dibuktikan dengan prediksi pasar dalam CME FedWatch Tool yang mencapai probabilitas 99%, nyaris 100%.

Selain itu, peluang The Fed menaikkan kembali suku bunga acuannya di pertemuan November hanya sebesar 29%. Apalagi, batas The Fed untuk menaikkan kembali suku bunga acuannya hanya sekali saja pada tahun ini.

Selain suku bunga, investor juga akan mengamati komentar seputar jalur inflasi dan jalur suku bunga di masa depan.

"Pasar secara keseluruhan terasa sedikit lebih bergejolak dibandingkan yang kita lihat selama sembilan bulan pertama tahun ini," ujar Ankur Crawford, manajer portofolio di Alger, mengatakan pada "Closing Bell" ²©²ÊÍøÕ¾ International, Senin (18/9/2023).

Namun, prospek berakhirnya era suku bunga tinggi di The Fed masih belum jelas seiring melonjaknya kembali inflasi AS periode Agustus 2023.

Inflasi AS diperkirakan masih sulit turun ke depan karena lonjakan harga minyak. AS adalah konsumen terbesar minyak di dunia sehingga pergerakan harga minyak akan sangat berdampak kepada ekonomi AS.

Pada pagi hari ini waktu AS atau malam waktu Indonesia, harga minyak mentah jenis West Texas Intermediate (WTI) dan Brent kembali menguat.

Harga minyak WTI melonjak 2,1% ke posisi US$ 93,4 per barel. Sedangkan harga minyak Brent melesat 1,31% menjadi US$ 95,67 per barel.

Harga minyak kembali melonjak, menandakan kenaikan sesi keempat berturut-turut karena lemahnya produksi minyak serpih AS, menambah kekhawatiran pasokan dari pengurangan produksi yang berkepanjangan oleh Arab Saudi dan Rusia.

Dari pergerakan saham di Wall Street, saham Walt Disney ambles lebih dari 3%, setelah perseroan mengumumkan rencana untuk menggandakan investasinya dalam bisnis kapal pesiar dan taman.

Sedangkan saham Starbucks berakhir melemah menyusul keputusan TD Cowen untuk menurunkan peringkat saham jaringan kopi tersebut menjadi "berkinerja buruk".

Pelaku pasar bakal memantau beberapa sentimen, di mana salah satunya yakni pergerakan bursa saham Wall Street yang kembali melemah kemarin.ÌýInvestor di Wall Street masih menahan untuk berinvestasi di pasar saham karena mereka menanti kebijakan moneter terbaru dan ke depannya.

Pengumuman The Fed menjadi yang paling banyak ditunggu para pelaku pasar di dunia pada hari ini, mengingat besarnya pengaruh AS dalam perekonomian global.

Pertemuan The Fed berlangsung sejak Selasa kemarin waktu AS dan akan berlangsung selama dua hari hingga hari ini Rabu waktu AS. Kemudian, hasil pertemuan The Fed ini akan diumumkan pada hari ini, Rabu siang waktu AS, atau Kamis dini hari waktu Indonesia sekitar pukul 01:00 WIB.

Pelaku pasar memperkirakan The Fed tidak akan menaikkan suku bunga ketika mengumumkan keputusannya. Hal ini dibuktikan dengan prediksi pasar dalam CME FedWatch Tool yang mencapai probabilitas 99%, nyaris 100%.

Selain itu, peluang The Fed menaikkan kembali suku bunga acuannya di pertemuan November hanya sebesar 29%. Apalagi, batas The Fed untuk menaikkan kembali suku bunga acuannya hanya sekali saja pada tahun ini.

Selain suku bunga, investor juga akan mengamati komentar seputar jalur inflasi dan jalur suku bunga di masa depan.

Terlebih, data ekonomi AS terus-menerus memberikan kejutan positif, yang berarti para pejabat The Fed perlu mengubah pandangan mereka yang melihat pertumbuhan hampir mati, terutama meningkatnya pengangguran dan hanya sedikit perbaikan dalam inflasi.

Mengingat gambaran yang lebih cerah tersebut, para pengambil kebijakan The Fed mungkin tidak akan menaikkan suku bunga kebijakan lebih jauh. Mereka hanya belum siap untuk mengatakannya.

Seperti diketahui, AS mengeluarkan sejumlah data penting pekan lalu mulai dari inflasi konsumen (consumer price index/CPI) dan inflasi produsen (producer price index/PPI) periode Agustus Agustus serta data klaim pengangguran mingguan.

AS mengumumkan CPI sebesar 3,7% (yoy) pada Agustus lalu, naik dari inflasi pada bulan sebelumnya sebesar 3,2% (yoy). Inflasi tersebut adalah yang tertinggi dalam tiga bulan terakhir dan hampir dua kali lipat lebih tinggi dari target The Fed.

Sementara itu data PPI AS periode Agustus 2023 naik 1,2% (yoy), lebih panas dibandingkan konsensus sebesar 1,2% dan bulan sebelumnya sebesar 0,8%.

Selain itu, data klaim pengangguran AS untuk pekan yang berakhir 9 September 2023 naik ke 220.000 dibandingkan minggu sebelumnya sebesar 217.000. Nilai tersebut masih berada di bawah ekspektasi pasar yang proyeksi bisa naik ke 225.000.

Kemudian ada data penjualan ritel AS untuk periode Agustus 2023 tumbuh 0,6% secara bulanan (month-to-month/mtm) dibandingkan sebelumnya sebesar 0,5% (mtm).

Banyak ekonom lain juga memperkirakan para pengambil kebijakan The Fed akan memberikan sinyal penurunan suku bunga yang lebih sedikit pada tahun depan. Pasar keuangan saat ini memperkirakan suku bunga akan turun menjadi 4,4% pada akhir tahun 2024 dan 3,8% pada akhir tahun 2025.

Tujuh gubernur The Fed dan 12 presiden bank The Fed akan berbagi proyeksi mereka satu sama lain dalam rapat Federal Open Market Committee (FOMC) pada pertengahan pekan ini.

Selain The Fed, pada pekan ini setidaknya ada tujuh bank sentral di luar Indonesia yang juga akan mengumumkan suku bunga acuannya.

Di antaranya adalah bank sentral China (People's Bank of China/PBoC) pada hari ini. Kemudian puncaknya yakni Kamis, selain The Fed, ada bank sentral Brasil, Turki, Afrika Selatan, Inggris, Arab Saudi. Kemudian pada Jumat pekan ini, ada bank sentral Jepang (Bank of Japan/BoJ).

Adapun di Indonesia sendiri, Bank Indonesia (BI) juga akan mengumumkan kebijakan suku bunga acuannya pada pekan ini, tepatnya pada Kamis. BI akan menggelar rapat Dewan Gubernur (RDG) edisi Agustus pada hari ini dan berakhir besok, Kamis (21/9/2023).

Konsensus pasar yang dihimpun ²©²ÊÍøÕ¾ memproyeksi bank sentral RI akan menahan suku bunga acuan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR).ÌýDari 11 institusi yang terlibat dalam pembentukan konsensus, semuanya memperkirakan BI akan menahan suku bunga di level 5,75%.

Banyaknya bank yang akan merilis data pada Kamis inilah yang membuat fenomena 'super Thursday' akan kembali menghantui pasar keuangan global, termasuk di Indonesia.

Pasar dikhawatirkan bergerak sangat volatile padaÌý hari ini karenaÌýmenjelang Kamis karena banyaknya bank sentral yang akan mengumumkan suku bunga.

Sementara itu dari China, PBoC diperkirakan akan menahan suku bunga pinjaman acuannya (loan prime rate/LPR) pada hari ini, meski bank sentral Negeri Panda juga akan memberikan banyak stimulus untuk mendongkrak perekonomian.

Adapun suku bunga pinjaman acuan (loan prime rate/LPR) tenor 1 tahun diprediksi masih tetap di level 3,45%. Sedangkan LPR tenor 5 tahun juga akan ditahan di level 4,2%.

Selain itu, PBoC juga akan memberikan stimulus untuk mendongkrak beberapa sektor usaha, terutama sektor properti di China, mengingat sektor ini sebagai penyumbang besar Produk Domestik Bruto (PDB) China yakni mencapai 30%.

PBoC bakal memangkas jumlah rasio cadangan perbankan atau reserve requirement ratio (RRR) kedua kalinya pada tahun ini.

PBoC diketahui akan menurunkan rasio cadangan perbankan sebesar 25 bp menjadi 7,4%. Langkah ini dilakukan untuk membantu bank-bank bisa menstimulasi ekonomi yang melambat. Stimulus ini akan menambah likuduitas di pasar hingga US$ 69 miliar atau sekitar Rp 1.059 triliun.

Selain dari China, beberapa data ekonomi penting juga akan dirilis pada hari ini, terutama data inflasi Inggris periode Agustus 2023.

Konsensus pasar dalam Trading Economics memperkirakan inflasi Negeri Big Ben pada bulan lalu akan kembali naik menjadi 7% (yoy), dari sebelumnya pada Juli lalu sebesar 6,8%.

Sedangkan inflasi inti diperkirakan turun 6,8% pada Agustus 2023, dari sebelumnya sebesar 6,9% pada Juli lalu. Kenaikan diperkirakan pengaruh dari harga energi yang terlihat di zona Eropa dan AS di Agustus.

Data inflasi Inggris yang akan dirilis sehari sebelum pertemuan bank sentral Inggris (Bank of England/BoE) akan menjadi masukkan akhir dalam pengumuman BoE. Tetapi bukan untuk keputusan suku bunga bulan ini karena pasar sudah memperkirakan probabilitas 75% untuk kenaikan 25 bp di pertemuan September.

Selain itu, pelaku pasar di Inggris juga memperkirakan 40% kenaikan lebih lanjut pasca pertemuan BoE edisi September.

Berikut sejumlah agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini:

  1. ÌýRilis data inflasi produsen Korea Selatan periode Agustus 2023 (04:00 WIB),
  2. ÌýRilis data neraca perdagangan Jepang periode Agustus 2023 (06:50 WIB),
  3. ÌýLoan Prime Rate (LPR) bank sentral China (08:15 WIB),
  4. ÌýRilis data inflasi Inggris periode Agustus 2023 (13:00 WIB).
  5. Bank Indonesia akan menggelar RDG mulai hari ini
  6. The Fed akan mengumumkan kebijakan suku bunga pada Rabu waktu AS atau Kamis dini hari waktu Indonesia

Ìý

Berikut sejumlah agenda emiten di dalam negeri pada hari ini:

  1. ÌýRUPS Luar Biasa PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (14:00 WIB).

Ìý

Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:

Indikator

Tingkat

Pertumbuhan Ekonomi (Q2-2023 YoY)

5,17%

Inflasi (Agustus 2023 YoY)

3,27%

BI-7 Day Reverse Repo Rate (Agustus 2023)

5,75%

Surplus Anggaran (APBN Juli 2023)

0,72% PDB

Surplus Transaksi Berjalan (Q2-2023 YoY)

0,5% PDB

Surplus Neraca Pembayaran Indonesia (Q2-2023 YoY)

US$ -7,4 miliar

Cadangan Devisa (Agustus 2023)

US$ 137,1 miliar

²©²ÊÍøÕ¾ INDONESIA RESEARCH

[email protected]

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular