
Suku Bunga Dunia Menuju 3 Arah Berbeda, RI Ikut AS Apa China?

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Suku bunga global kini bergerak ketiga arah yang berbeda yakni ketat, longgar, dan bertahan. Pergerakan yang berbeda tersebut didasari oleh perkembangan inflasi di masing-masing negara, kebutuhan untuk mendongrak pertumbuhan, serta menjaga stabilitas mata uang.
Beberapa bank sentral memilih bersikap ³ó²¹·É°ì¾±²õ³óÌýcenderung ingin menaikkan suku bunganya secara umum karena inflasi masih sangat tinggi. Contohnya yaitu Argentina dan Turki yang masing-masing mencatat inflasi sebesar 138,3% dan 61,53% pada September 2023. Langkah serupa diambil bank sentral Amerika Serikat (AS) The Federal Reserve (The Fed), Swedia dan Rusia.
Bank sentral Turki mengerek suku bunga sebesar 500 bps menjadi 30% pada September 2023. Artinya, suku bunga Turki melonjak 2.150 bps dari 8,5% pada Mei 2023 menjadi 30% pada September tahun ini.
Selain menekan inflasi, bank sentral Turki mengerek suku bunga untuk mencegah jatuhnya lira lebih dalam. Nilai tukar lira ambruk 50% dalam setahun terakhir.
Bank Sentral Argentina kembali mengerek tingkat suku bunga acuannya menjadi 133% pada 12 Oktober 2023. Dengan demikian, suku bunga sudah melesat 9.300 bps dari 40% pada Januari 2022 menjadi 118% per Oktober 2023. Meski suku bunga sudah terbang, bank sentral Argentina diperkirakan masih akan mengerek suku bunga karena inflasi yang terus melonjak.
Langkah kebijakan pengetatan moneter yang agresif diambil bank sentral, seiring dengan kesulitan yang dihadapi pemerintah Argentina dalam mengatasi inflasi. Pada Oktober 2023, inflasi Argentina masih menembus level 118%, level tertinggi dalam kurun waktu 30 tahun terakhir.
Inflasi AS masih bertahan di angka 3,7% (year on year/yoy) pada September 2023, jauh di atas target The Fed yakni di kisaran 2%. Bank sentral Swedia mengerek suku bunga sebesar 25 bps ke 4% pada September 2023 yang menjadi level tertingginya sejak 2008. Kenaikan suku bunga dipicu inflasi Swedia yang masih berkutat di angka 6,5% pada September.
Bank sentral Rusia bahkan menaikkan suku bunga hingga 100 bps menjadi 13% pada September. Dengan kenaikan tersebut maka suku bunga sudah melonjak 350 bps sejak pertengahan Agustus lalu. Langkah agresif ini diambil karena inflasi melonjak ke 6% (yoy) pada September 2023, dari 2% pada April tahun ini.
Pengetatan moneter dengan mengerek suku bunga juga masih dilakukan bank sentral Eropa serta tetangga RI, Singapura. Keduanya mengerek suku bunga karena inflasi yang masih panas.
Berbeda halnya dengan negara-negara yang memiliki tingkat inflasi yang relatif stabil atau sudah sesuai target bank sentralnya, seperti Indonesia yang memiliki inflasi sesuai dengan target, maka kecenderungannya untuk menahan suku bunganya agar pertumbuhan ekonomi tetap terjaga.
Suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) sebesar 5,75% sudah berlaku sejak Januari tahun ini. BI mengerek suku bunga sebesar 225 bps dari 3,50% pada Juli 2022 menjadi 5,75% pada Januari tahun ini. BI kemudian menahan suku bunga selama delapan bulan terakhir.
Bank Indonesia diperkirakan masih akan menahan suku bunga untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah di tengah ambruknya mata uang Garuda serta derasnya capital outflow.
Kebijakan untuk menahan suku bunga juga dilakukan Jepang, Korea Selatan, Malaysia, Thailand, Afrika Selatan, Australia, hingga Arab Saudi. Bank sentral Korea Selatan sudah menahan suku bunga di level 3,5% selama lima pertemuan terakhir sementara suku bunga Australia sebesar 4,1% sudah bertahan dalam empat bulan terakhir.
Bank sentral India sudah mempertahankan suku bunga 6,5% pada empat pertemuan terakhir sementara bank sentral Malaysia sudah menahan suku bunga di level 3% dalam dua pertemuan terakhir.Â
Jepang menjadi contoh langka karena sudah mempertahankan suku bunga ultra rendah -0,1% sejak 2016 meskipun inflasi Negeri Sakura memanas setahun terakhir. Suku bunga ultra rendah dipertahankan untuk mengerek pertumbuhan Jepang.
Sementara itu, negara-negara yang memangkas suku bunganya seperti China, hal ini dilakukan karena Indeks Harga Konsumen (IHK) yang sangat rendah bahkan sempat mengalami deflasi dan pertumbuhan ekonomi yang tidak sesuai target pemerintah sehingga roda perekonomian relatif lambat/lesu. Dengan suku bunga yang rendah, maka diharapkan rakyat mau untuk melakukan konsumsi sehingga perekonomian dapat tumbuh.
Banco Central Do Brasil memangkas suku bunga sebesar 50 bps pada Agustus dan September 2023 sehingga suku bunga kini ada di angka 12,75%.
Inflasi memang naik menjadi 5,19% pada September 2023, dari 4,61% pada Agustus. Namun, angkanya masih di batas target pemerintah yakni 5%.
Berbeda dengan negara lain, mata uang real Brasil menguat tajam 4,5% sepanjang tahun ini karena lonjakan surplus neraca perdagangan.
Surplus perdagangan Brasil menyentuh US$ 8,9 miliar pada September 2023 yang menjadi rekor tertingginya dalam sejarah. Surplus ditopang lonjakan ekspor minyak, jagung, baja, hingga kedelai.
Tingkat suku bunga yang tinggi memiliki fungsi salah satunya untuk menekan inflasi yang tinggi khususnya pasca perang Rusia-Ukraina. Kendati demikian, tingginya suku bunga apalagi dalam waktu yang lama (higher for longer), telah memperlihatkan kerentanan pada beberapa bank, dan banyak bank lainnya yang akan melemah akibat kebijakan moneter ketat yang berkepanjangan.
Selain itu, tingginya suku bunga pun berdampak pada perlambatan ekonomi di berbagai negara bahkan global. International Monetary Fund (IMF) bahkan dalam proyeksi terakhirnya menyatakan pada 2024, pertumbuhan ekonomi global turun menjadi hanya 2,9%.
Sebagai informasi, secara umum negara-negara yang memiliki tingkat kemakmuran yang tinggi, infrastruktur teknologi yang canggih, serta tingkat keamanan militer yang kuat, atau yang dikenal negara maju relatif memiliki suku bunga yang lebih rendah dibandingkan negara berkembang.
Sementara negara yang masih dalam tahap perkembangan ekonomi dan pembangunan manusia yang belum mencapai target yang diinginkan atau yang disebut negara berkembang memiliki suku bunga yang cukup tinggi/lebih tinggi dibandingkan negara maju karena agar imbal hasilnya cukup menarik bagi investor.
Indonesia sendiri sebagai negara emerging market saat ini memiliki tingkat suku bunga sebesar 5,75% dan saat ini sedang melakukan Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia (RDG BI) pada 18-19 Oktober 2023.
Pasar menilai bahwa BI masih akan kembali menahan suku bunganya di angka 5,75% yang telah terjadi sejak Januari 2023.
Hal ini dilakukan untuk menjaga pertumbuhan ekonomi Indonesia agar tidak melandai dengan signifikan dan tetap berada sesuai dengan target BI yakni 4,5-5,3%.
²©²ÊÍøÕ¾ INDONESIA RESEARCH
(rev/rev)