²©²ÊÍøÕ¾

Ini Alasan Mengapa Greenflation Berbahaya! Simak Strategi & Solusinya

Muhammad Reza Ilham Taufani, ²©²ÊÍøÕ¾
27 January 2024 14:15
Uang dolar AS dan Rupiah. (²©²ÊÍøÕ¾/Faisal Rahman)
Foto: Uang dolar AS dan Rupiah. (²©²ÊÍøÕ¾/Faisal Rahman)

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Green Inflation menjadi sorotan setelah diangkat dalam debat Calon Wakil Presiden (Cawapres) oleh pasangan nomor urut 2, Gibran Rakabuming Raka, pada Minggu (21/1/2024). Topik inflasi ramah lingkungan (Green Inflation) menarik perhatian karena kenaikan harga energi telah menimbulkan gejolak sosial dan masalah ekonomi.

Green Inflation sering dikaitkan dengan inflasi yang terkait kebijakan publik dan swasta sebagai bagian dari transisi hijau. Istilah ini mencerminkan kenaikan harga barang-barang ramah lingkungan karena tingginya permintaan terhadap bahan bakunya yang tak sebanding dengan pasokan, sehingga terjadi inflasi sebagai dampak transisi energi.

Adaptasi metode produksi dengan teknologi rendah karbon, yang mengurangi emisi gas rumah kaca, memerlukan investasi besar dan mahal yang meningkatkan biaya marjinal setiap unit produksi dalam jangka pendek. Penggunaan energi dari bahan yang lebih langka dan mahal juga menciptakan tekanan pada harga.

Transisi energi juga dapat memberikan dampak makroekonomi terhadap inflasi. Dalam jangka pendek, ini dapat mendorong kenaikan harga, menghasilkan inflasi. Namun, dalam jangka menengah dan panjang, transisi energi diperkirakan akan menekan harga energi, menyebabkan disinflasi, terutama jika terjadi peningkatan pasokan dan produktivitas.

Kecepatan dekarbonisasi yang jelas, bertahap, dan didukung diharapkan dapat mengurangi dampak gangguan dan inflasi, serta mempercepat munculnya dampak positifnya.

Gestur tubuh Cawapres nomor urut dua Gibran Rakabuming Raka saat menyindir dalam menanggapi jawaban Cawapres nomor urut tiga Mahfud MD. (²©²ÊÍøÕ¾/Muhammad Sabki)Foto: Gestur tubuh Cawapres nomor urut dua Gibran Rakabuming Raka saat menyindir dalam menanggapi jawaban Cawapres nomor urut tiga Mahfud MD. (²©²ÊÍøÕ¾/Muhammad Sabki)
Gestur tubuh Cawapres nomor urut dua Gibran Rakabuming Raka saat menyindir dalam menanggapi jawaban Cawapres nomor urut tiga Mahfud MD. (²©²ÊÍøÕ¾/Muhammad Sabki)

±Ê±ð²Ô²â±ð²ú²¹²úÌý³Ò°ù±ð±ð²Ô´Ú±ô²¹³Ù¾±´Ç²Ô

Greenflation Dimulai dari Green Production, yang melibatkan perubahan metode produksi untuk mengurangi emisi gas rumah kaca. Perubahan ini dapat bersifat inflasi karena memerlukan investasi besar, meskipun dampak positifnya juga tidak bisa diabaikan.

Beberapa mineral yang diperlukan untuk mengembangkan industri "net zero" terbatas dan sulit diekstraksi, meskipun permintaannya tinggi. Permintaan mineral untuk teknologi rendah karbon diperkirakan meningkat empat kali lipat pada tahun 2040, mengingat tujuan Perjanjian Paris.

Terkait lithium, misalnya, permintaannya diperkirakan meningkat empat kali lipat antara 2025 dan 2035. Namun, ketersediaan cadangan untuk memenuhi permintaan baterai listrik yang terus meningkat masih menjadi perdebatan, terutama karena tingginya konsentrasi pasokan di beberapa negara.

Rusia sebagai penyedia gas di Eropa menunjukkan sejauh mana negara-negara pengimpor rentan terhadap fluktuasi harga komoditas karena ketergantungan pada satu mitra. Tambang baru yang hanya dapat beroperasi selama 20 tahun menambah kendala pasokan, sementara hambatan lingkungan juga membebani pasokan mineral.

Konsentrasi pasokan dan keterbatasan teknik penambangan menciptakan pasokan yang tidak elastis, menghasilkan konfigurasi inflasi di pasar tersebut.

Perusahaan dan pemerintah perlu mengarahkan penelitian mereka pada proses-proses baru untuk melakukan dekarbonisasi industri. Namun, teknologi baru membutuhkan investasi besar, terutama selama masa transisi. Investasi dalam transisi energi diharapkan mencapai rata-rata 2% PDB global per tahun hingga 2050.

Investasi yang lebih mahal dalam jangka pendek dapat meningkatkan biaya produksi, menimbulkan dampak inflasi. Namun, sebagian modal yang digunakan saat ini akan dianggap usang, mirip dengan penghancuran modal, yang dapat menjadi guncangan pasokan negatif dan berpotensi menimbulkan inflasi.

Ancaman & Solusi Dari Greenflation

Kekhawatiran muncul bahwa transisi energi akan mendorong inflasi karena perusahaan berinvestasi lebih sedikit dalam energi bahan bakar fosil saat biaya energi terbarukan masih tinggi. Faktor seperti peraturan dan kebijakan global yang mempengaruhi inflasi juga perlu diperhitungkan, dengan kebijakan iklim yang berlaku selama beberapa dekade sebagai pendorong struktural.

Dalam menghadapi Green Inflation, solusi dapat ditemukan dalam kendaraan listrik dan teknologi terbarukan lainnya, meskipun saat ini lebih mahal. Namun, kekuatan-kekuatan yang mendorong inflasi saat ini dapat berubah menjadi disinflasi di masa depan ketika harga komoditas turun.

Manajer aset perlu mengkomunikasikan bahwa transisi energi adalah keputusan jangka panjang. Bisnis yang menggunakan komoditas dan bahan bakar fosil dapat berjalan dengan baik karena kenaikan biaya produksi lebih lambat dibandingkan kenaikan harga, memberikan dampak positif bagi pendapatan dan penilaian.

Sebaliknya, valuasi sektor energi terbarukan dapat menjadi mahal karena sebagian besar bisnis tersebut masih dalam tahap perkembangan. Dengan peningkatan suku bunga, tingkat diskonto pada pendapatan mereka meningkat, menyebabkan kinerja yang kurang baik.

Perlu dicatat bahwa investor mungkin akan mengalami variasi dalam prosesnya, dan strategi yang berusaha mengelola inflasi dan volatilitas dapat menjadi penting dari perspektif portofolio dalam jangka pendek.

Ìý

²©²ÊÍøÕ¾ INDONESIA RESEARCH

[email protected]Ìý

(mza/mza)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation