
5 Ekonom Blak-Blakan Soal Jatuhnya Rupiah, Dolar AS Nyaris Rp16.000

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Nilai tukar rupiah kembali melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) hari ini (1/4/2024). Hal ini terjadi bersamaan dengan gelaran sengketa sidang pemilihan presiden (pilpres) di Mahkamah Konstitusi (MK).
Dilansir dari Refinitiv, rupiah pada pukul 14:09WIB tercatat melemah 0,39% ke angka Rp15.912/US$. Posisi ini merupakan yang terendah sejak 1 November 2023 atau sekitar lima bulan terakhir.
Sedangkan indeks dolar AS (DXY) mengalami penurunan tipis sebesar 0,03% ke angka 104,52.
Menanggapi kondisi rupiah yang terpuruk mendekati level Rp16.000/US$, para ekonom kembali buka suara mengenai alasan depresiasi rupiah.
1. Andry Asmoro, Kepala Bank Mandiri
Andry mengungkapkan bahwa pelemahan rupiah masih didominasi oleh sentimen global. Selain itu, faktor lainnya yakni pembayaran dividen, pembayaran utang, dan impor minyak.
Sebagai informasi, di momen lebaran pada April 2024 ini, masyarakat cenderung kembali ke kampung halaman atau pun berwisata yang tentu akan memerlukan BBM dalam mobilitas. Maka dari itu, permintaan akan BBMÂ akan naik atau dengan kata lain impor minyak akan melonjak.
Lebih lanjut, dana asing juga keluar dari pasar keuangan domestik khususnya Sertifikat Rupiah Bank Indonesia (SRBI).
Data transaksi 25-27 Maret 2024, investor asing tercatat jual neto Rp1,36 triliun dan jual neto Rp0,74 triliun di SRBI. Sementara pada pekan ketiga Maret 2024, investor asing juga tercatat jual neto sebesar Rp6,68 triliun dengan jual neto Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp8,2 triliun.
2. Myrdal Gunarto, Maybank Indonesia
Pergerakan rupiah tersebut dipicu oleh permintaan tinggi dolar AS di dalam negeri. Mulai dari untuk kebutuhan impor BBM jelang Lebaran atau Idul Fitri 2024 hingga musim pembagian dividen.
"Yang membuat Rupiah melemah karena permintaan dolar tinggi untuk impor BBM, maupun hot money outflow, serta permintaan dolar domestik meningkat saat ada musim pembagian dividen," kata Myrdal kepada ²©²ÊÍøÕ¾, Senin (1/4/2024).
Kendati rupiah nyaris menyentuh level Rp16.000/US$, namun Myrdal meyakini rupiah tidak akan ambles ke area tersebut, karena stabilitas eksternal Indonesia masih terjaga, hingga suku bunga acuan BI Rate masih stabil di level tinggi.
3. Rully Wisnubroto, Mirae Asset Sekuritas Indonesia
Rully menilai faktor pendorong pelemahan rupiah utamanya yakni dari eksternal khususnya datang dari AS. Ketua bank sentral AS (The Fed) Jerome Powell memberi sinyal tidak akan terburu-buru menurunkan suku bunga. Oleh karena itu, higher for longer masih akan berlangsung untuk beberapa waktu ke depan.
Kuatnya data ekonomi Amerika Serikat (AS) masih cukup kuat belakangan ini. Indeks harga pengeluaran konsumsi pribadi (PCE) yang tidak termasuk makanan dan energi pada Februari 2024 tercatat 2,8% secara tahunan dan naik 0,3% dari bulan lalu. Kedua angka tersebut sesuai dengan perkiraan Dow Jones.
Termasuk biaya pangan dan energi yang berfluktuasi, angka utama PCE menunjukkan kenaikan sebesar 0,3% pada bulan ini dan 2,5% pada tingkat 12 bulan, dibandingkan perkiraan sebesar 0,4% dan 2,5%.
Dilansir dari Reuters, data inflasi terbaru AS diungkapkan oleh ketua bank sentral AS (The Fed) Jerome Powell bahwa sudah sesuai dengan apa yang ia lihat.
Komentar Powell sejalan dengan pernyataannya setelah pertemuan kebijakan The Fed sebelumnya, di mana ia mengatakan inflasi yang lebih tinggi dari perkiraan pada Januari dan Februari tidak mengubah perasaan bahwa kenaikan harga akan terus turun tahun ini hingga mencapai target 2% bank sentral.
4. Barra Kukuh Mamia, Bank Central Asia
Senada dengan Andry, Barra juga meyakini pelemahan rupiah terjadi akibat foreign outflow dan karena investor baru mengeluarkan release pressure-nya. Investor menunggu hasil laporan keuangan banyak perusahaan hingga 31 Maret 2024. Namun, trader tidak bisa langsung bertransaksi setelah laporan keuangan perusahaan keluar karena libur panjang.Â
"Angkanya (laporan keuangan) tidak terlalu bagus. Kalau saya perhatikan revenue growth negatif. Rupiah mungkin related juga, ada outflow dari saham," tutur Barra, kepada ²©²ÊÍøÕ¾.
Buruknya laporan keuangan berbarengan dengan menguatnya indeks dolar. Dua kondisi ini membuat pelaku pasar yang semula menahan untuk keluar dari pasar Indonesia kini benar-benar merealisasikan keinginannya untuk pergi.
"Kemarin-kemarin ada pressure terhadap rupiah yang belum realized di market. Ini momennya habis keluar data laporan keuangan," tutur Barra.
5. Ahmad Mikail, Sucor Sekuritas
Ahmad mengutarakan faktor pelemahan rupiah adalah turunnya surplus neraca perdagangan Indonesia sepanjang kuartal I-2024. Lebih lanjut, terbatasnya arus modal asing masuk ke obligasi pemerintah juga mendorong pelemahan rupiah.
Selanjutnya, kenaikan inflasi ke batas atas target Bank Indonesia di Maret juga membuat pelaku pasar cukup nervous akan prospek pemotongan suku bunga tahun ini.
Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan inflasi Indonesia merangkak naik ke 3,05% secara tahunan (year on year/yoy)) sebesar 3,05% pada Maret 2024, dari 2,75% pada Februari.
"Selain itu antisipasi libur panjang lebaran juga mendorong permintaan dollar yang tinggi" ujar Mikail.
²©²ÊÍøÕ¾ INDONESIA RESEARCH
(rev/rev)