
BMKG: Prediksi Wilayah yang Akan Terdampak La Nina

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Fenomena anomali iklim La Nina diprediksi akan kembali melanda Indonesia, setelah hampir setahun Indonesia dilanda El Nino.
Menurut Organisasi Meteorologi Dunia (World Meteorological Organization/WMO), kondisi di akhir tahun 2024 Indonesia cenderung lebih dingin dibandingkan dengan kondisi terkini dan kondisi beberapa bulan terakhir.
Di banyak lokasi, terutama di daerah tropis (termasuk Indonesia), La Nina menimbulkan dampak iklim yang berlawanan dengan El Nino, yaitu memanaskan permukaan lautan, menyebabkan kekeringan di beberapa bagian dunia dan memicu hujan lebat di tempat lain.
WMO menyatakan ada kemungkinan 60% bahwa kondisi La Nina akan terjadi antara Juli hingga September 2024, dan 70% kemungkinan terjadi antara Agustus dan November 2024.
Wakil Sekretaris Jenderal WMO, Ko Barrett mengatakan dunia terus mencatat rekor suhu baru sejak Juni 2023. Tahun ini juga merupakan tahun terpanas yang pernah tercatat sejauh ini.
"Berakhirnya El Nino tidak berarti ada jeda dalam perubahan iklim jangka panjang karena planet kita akan terus memanas akibat gas rumah kaca yangmemerangkap panas," kata Barrett dalam pernyataan resmi, Senin (3/6/2024), dikutip dari Betahita.
Ìý
Juru bicara WMO, Clare Nullis mengatakan bahwa perkembangan peristiwa La Nina diperkirakan akan memicu musim badai yang sangat aktif. Oleh sebab itu, Clare mengatakan jika dunia, termasuk Indonesia harus bersiap dengan musim badai yang akan datang.
"Suhu permukaan laut yang sangat tinggi akan terus memainkan peran penting selama beberapa bulan ke depan," tambah Barrett.
Meski kondisi iklim diprediksi makin panas, tetapi bukan tidak mungkin La Nina bakal tidak terjadi di Indonesia. Hanya saja mungkin yang biasanya lebih basah, cenderung sedikit kering dampak dari pemanasan global.
Sementara menurut Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Indonesia akan memasuki fase La Nina pada Juli-September tahun ini. Pada periode ini, Indonesia akan sering dilanda hujan lebat, potensi banjir, dan badai tropis.
Hal ini karena La Nina diketahui membawa efek peningkatan curah hujan pada wilayah yang dilalui, berbeda dari El Nino yang membawa kekeringan.
Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati mengonfirmasi bahwa saat ini fenomena El Nino akan mulai netral dan berganti dengan La Nina. Namun, La Nina kali ini diprediksi intensitasnya cenderung lemah, tidak seperti 2010 silam yang cukup kuat.
BMKG melaporkan hasil pemantauan suhu permukaan laut di Samudra Pasifik menunjukkan bahwa pada periode dasarian III Mei 2024, El Nino-Southern Oscillation (ENSO) mulai beralih ke kondisi Netral dengan indeks sebesar -0,02. ENSO diprediksi bertahan Netral pada Mei - Juni 2024.
![]() Anomali Suhu Muka Laut Dasarian III Mei 2024 |
Mengutip penjelasan di situs resmi BMKG, ENSO adalah anomali pada suhu permukaan laut di Samudera Pasifik di pantai barat Ekuador dan Peru yang lebih tinggi daripada rata-rata normalnya.
Disebutkan, iklim di Samudra Pasifik terbagi ke dalam 3 fase, yaitu El Nino, La Nina, dan Netral.
Pada fase Netral, angin pasat berhembus dari timur ke arah barat melintasi Samudra Pasifik menghasilkan arus laut yang juga mengarah ke barat dan disebut dengan Sirkulasi Walker. Suhu muka laut di barat Pasifik akan selalu lebih hangat dari bagian timur Pasifik.
Sementara saat fase El Nino, angin pasat yang biasa berhembus dari timur ke barat melemah atau bahkan berbalik arah. Pelemahan ini dikaitkan dengan meluasnya suhu muka laut yang hangat di timur dan tengah Pasifik. Air hangat yang bergeser ke timur menyebabkan penguapan, awan, dan hujan pun ikut bergeser menjauh dari Indonesia. Hal ini berarti Indonesia mengalami peningkatan risiko kekeringan.
Dan, ketika terjadi fase La Nina, hembusan angin pasat dari Pasifik timur ke arah barat sepanjang ekuator menjadi lebih kuat dari biasanya. Menguatnya angin pasat yang mendorong massa air laut ke arah barat, maka di Pasifik timur suhu muka laut menjadi lebih dingin. Bagi Indonesia, hal ini berarti risiko banjir yang lebih tinggi, suhu udara yang lebih rendah di siang hari, dan lebih banyak badai tropis.
![]() Analisis & Prediksi ENSO |
La Nina tentunya akan membuat intensitas badai cenderung meningkat dan tentunya menimbulkan kerugian ekonomi. Indonesia yang merupakan negara agraris tentu akan menjadi salah satu yang cukup berdampak pada fenomena ini. Sebab La Nina akan menyebabkan curah hujan yang tinggi dan berpotensi menyebabkan gagal panen bagi para petani dan nelayan.
La Nina juga akan sangat terasa dampaknya bagi kota dan daerah yang tidak mempunyai resapan air yang bagus.
Dampak La Nina juga berpengaruh terhadap permasalahan-permasalahan kesehatan yang meningkat seiring dengan tingginya potensi bencana alam seperti banjir dan tanah longsor.
Kemudian, adapula potensi meningkatnya penyakit-penyakit menular Water-borne disease (penyakit yang terbawa air) seperti, diare, demam tipus, kolera,disentri, leptospirosis, dan hepatitis A perlu diwaspadai terutama pada daerah-daerah yang rawan banjir.
Ìý
Berdasarkan prediksi BMKG, curah hujan tinggi dengan intensitas lebih dari 300 mm/bulan, pada Juni 2024, wilayah yang berpeluang dilanda hujan cukup tinggi yakni di sebagian Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, sebagian Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara, sebagian Maluku, Maluku Utara, sebagian Papua Barat Daya, Papua Barat, Papua Tengah, dan Papua Pegunungan.
Sedangkan pada Juli 2024, hujan dengan intensitas tinggi berpeluang terjadi di sebagian Sumatera Utara, Kalimantan Barat, Kalimantan Utara, Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara, Maluku Utara, Maluku, Papua Barat Daya, papua Barat, Papua Tengah, dan Papua Pegunungan.
Sementara pada Agustus 2024, hujan deras cukup tinggi berpeluang terjadi di di sebagian kecil Aceh, Sumatera Utara, kalimantan Barat, Maluku, Papua Barat Daya, Papua Barat, dan Papua Tengah.
Berikutnya pada September 2024, curah hujan tinggi berpeluang di sebagian Sumatera Utara, Kalimantan Barat, Maluku, Papua Barat Daya, Papua Barat, dan Papua Tengah.
Kemudian Oktober 2024, hujan intensitas tinggi berpeluang terjadi di sebagian Aceh, Sumatera Utara, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, Jawa Barat, Maluku, Papua Barat Daya, Papua Barat, dan Papua Selatan.
Adapun di November 2024, hujan dengan deras cukup besar berpeluang terjadi di sebagian Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Bengkulu, Bangka belitung, Jawa Barat, Jawa tengah, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, NTB, Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, Papua Barat Daya, Papua Barat dan Papua Selatan.
La Nina Tidak Selalu Berdampak Buruk
Banyak yang mengira bahwa La Nina hanya membawa dampak buruk karena merupakan anomali iklim yang menandakan bahwa jika fenomena tersebut terjadi, maka kemungkinan buruk juga akan terjadi. Kemungkinan tersebut sudah terjadi di 2010, di mana bencana hidrometeorologi cukup parah terjadi di Indonesia.
Namun, La Nina tentunya juga dapat membawa efek positif bagi masyarakat di Indonesia. Dari sisi positifnya, La Nina dapat berdampak positif yakni adanya surplus air tanah, sehingga jumlah air tanah yang sebelumnya mungkin berkurang karena efek El Nino, dapat kembali pulih dengan adanya La Nina.
"La Nina lebih dipandang sisi negatifnya saja yang berdampak pada bencana hidrometeorologi. Padahal dalam enam kali La Nina dalam periode 30 tahun terakhir telah terjadi surplus air tanah tahunan di Waeapo-Pulau Buru sebesar 775 mm atau setara dengan 222 persen dari kondisi normalnya," kata Kepala BMKG Dwikorita Karnawati saat membuka webinar KedaiIklim#4 BMKG yang bertajuk "La Nina: Manfaatkan Air Hujan Berlimpah Untuk Kesejahteraan dan Pengurangan Risiko Bencana Hidrometeorologi" di Jakarta, Selasa (29/12/2020).
Ìý
Dwikorita menambahkan, hal tersebut mengindikasikan bahwa La Nina selain memiliki sisi ancaman, namun juga punya peluang positif yang dapat dimanfaatkan seperti panen hujan dan surplus air tanah, peningkatan produktivitas pertanian yang memerlukan banyak air, dan pemanfaatan telaga yang muncul selama tahun basah untuk budidaya ikan air tawar semusim.
"Kita bisa mengambil berkah dari fenomena La Nina sehingga para petani di wilayah yang sudah terkenal selalu kering dan kekurangan air bisa melakukan pemanenan air, dan di akhir musim kemarau transisi yaitu September-Oktober masih bisa melakukan pemanenan kacang tanah," tambah Dwikorita.
Hal senada disampaikan Dekan Sekolah Vokasi UGM Agus Maryono yang juga merupakan pakar Ekohidrolik dan pelopor restorasi sungai Indonesia. Ia mengatakan bahwa seharusnya tahun basah bisa dimanfaatkan.
Daerah kering dan semi kering juga dapat memanfaatkan air berlimpah. Air tanah bisa maksimal terisi begitu pula dengan danau, situ, serta telaga. Alur sungai juga bisa sempurna terbentuk.
"Memang ada ancaman bencana tapi harus dijadikan pengungkit kemajuan dalam segala bidang misalnya pengetahuan, penemuan rekayasa teknologi dan industri, penyediaan sandang, papan dan pangan, daya juang dan motivasi bangsa, sikap tanggap dan peduli serta menjaga alam dan lingkungan," katanya.
Menurut Agus, pemerintah harus menyeting masyarakat untuk melakukan suatu gerakan secara sporadis untuk menghadapi La Nina. Misalnya dengan susur sungai, sehingga masyarakat di sekitar sungai tahu potensi-potensi sungai yang dapat dimanfaatkan untuk mitigasi maupun untuk pemanfaatan potensi wisata, potensi sumber air, dan potensi perikanan.
"Kalau ada bencana mereka siap karena mereka tahu dimana titiknya dan kalau tidak ada bencana mereka juga tahu manfaatnya sehingga bisa mengungkit kesejahteraan masyarakat," kata Agus.
²©²ÊÍøÕ¾ INDONESIA RESEARCH
(chd/chd)