- Pasar keuangan Indonesia hancur lebur pada perdagangan kemarin, IHSG dan rupiah ambruk
- Wall Street mengakhiri perdagangan beragam, Dow Jones ambruk
- Ambruknya IHSG dan data ekonomi AS menjadi penggerak market hari ini
Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Pasar keuangan Indonesia ditutup ambruk pada Kamis (06/02/2025). Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) jatuh, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) tergelincir, meskipun Surat Berharga Negara (SBN) tampak diburu investor.
Pasar keuangan domestik diproyeksikan masih akan dipengaruhi oleh sentimen baik dari dalam dan luar negeri pada Jumat (07/02/2025). Selengkapnya mengenai proyeksi bisa dibaca pada halaman 3 artikel ini.
IHSG pada perdagangan kemarin (06/02/2025) ditutup melemah 2,12% ke posisi 6.875,53. IHSG sudah berada di bawah level psikologis 6.900 hingga akhir perdagangan kemarin.
Nilai transaksi indeks kemarin mencapai sekitar Rp 13,75 triliun dengan melibatkan 20 miliar saham yang berpindah tangan sebanyak 1,43 juta kali. Sebanyak 176 saham menguat, 428 saham melemah, dan 196 saham stagnan.
Sementara dari sisi investor asing, tampak net sell dalam jumlah yang besar yakni Rp2,34 triliun di seluruh pasar.
10 dari 11 indeks sektoral berada di zona merah. Basic Materials merupakan sektor yang terkoreksi paling dalam yakni 2,43%, Financials melemah 2,24%, dan Industrials tergelincir 2,14%.
Sedangkan hanya sektor Healthcare yang menanjak 1,13%
Pelemahan IHSG ini dipicu oleh aksi profit taking dalam di tengah momentum rilis laporan keuangan bank-bank besar Tanah Air. Namun, sentimen laporan keuangan ini bukan satu-satunya yang berpengaruh pada gerak IHSG kemarin. Rilis data PDB Indonesia yang meleset dari target pemerintah ikut menekan laju saham-saham di IHSG.
Hal ini diungkapkan oleh Financial Expert Ajaib Sekuritas, Ratih Mustikoningsih dalam catatannya, Kamis (6/2/2025). Dia mengatakan, kinerja Big Banks mengalami koreksi pada kuartal IV-2024, senada dengan iklim suku bunga tinggi dan lemahnya daya beli. Alhasil, investor asing kabur dan mencatatkan jual bersih di pasar ekuitas senilai Rp 490 miliar yang didominasi oleh Big Banks.
"Sementara, lesunya kondisi ekonomi domestik juga tercermin dari rilis pertumbuhan ekonomi (PDB). Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan PDB Indonesia sepanjang tahun 2024 tumbuh 5,03% yoy atau lebih rendah dibandingkan tahun 2023 sebesar 5,05% yoy. Sementara, secara kuartalan (qoq) pada 4Q24 pertumbuhan ekonomi lebih landai sebesar 0,53%, dibandingkan kuartal sebelumnya tumbuh 1,50%," paparnya.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2024 tumbuh stabil di kisaran 5%, namun jika ditelisik lebih dalam, kondisi ini tidak sepenuhnya baik karena periode 2024 ada pemilihan presiden (pilpres) di awal tahun kemudian dilanjutkan dengan momen pemilihan kepala daerah (pilkada) di akhir tahun.
Ini memberikan harapan bahwa dengan momen penting tersebut, konsumsi masyarakat bisa meningkat secara signifikan dan pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa melesat. Sayangnya, data berkata lain. Target pertumbuhan pemerintah 5,2% meleset. Bahkan, tren pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami perlambatan. Pertumbuhan ekonomi Indonesia setahun penuh pada 2022 dan 2023 tercatat lebih tinggi dibandingkan 2024 yakni masing-masing sebesar 5,31% dan 5,05%.
Plt Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Amalia Adininggar Widyasanti menjelaskan, melambatnya pertumbuhan ekonomi pada tahun lalu lebih disebabkan menurunnya net ekspor ketimbang tahun lalu. Disebabkan tumbuh tingginya kinerja impor dibanding ekspor pada 2024.
"Satu komponen yang menahan laju pertumbuhan ekspor lebih tinggi adalah dari net ekspor," kata Amalia saat konferensi pers di kantor pusat BPS, Jakarta, Rabu (5/2/2025).
"Karena positifnya (net ekspor) sedikit lebih kecil dibanding 2023 maka sumbangan ke pertumbuhan ekonominya terlihat negatif 0,01%, ini salah satu faktor yang agak menahan dari pertumbuhan lebih tinggi," ucap Amalia.
Beralih ke pasar mata uang, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS terpantau juga tertekan pada penutupan kemarin sebesar 0,28% dalam sehari ke posisi Rp16.325/US$.
Depresiasi rupiah ini terjadi setelah dua hari sebelumnya secara konsisten mengalami penguatan.
Tekanan terhadap rupiah salah satunya datang dari eksternal, dalam hal ini adalah AS khususnya pasca Rilis data ketenagakerjaan dan PMI sektor jasa di AS pada minggu pertama Februari masih menunjukkan ketahanan kondisi ekonomi AS.
Perusahaan swasta di AS menambah 183 ribu pekerja pada Januari 2025, melampaui perkiraan 150 ribu dan angka Desember 2024 yang direvisi sebesar 176 ribu. Sektor jasa memimpin dengan 190 ribu pekerjaan baru, terutama di perdagangan/transportasi (56 ribu) dan rekreasi/perhotelan (54 ribu). Namun, sektor produksi mencatat penurunan 6 ribu pekerjaan akibat penurunan tenaga kerja di manufaktur (-13 ribu).
Sementara Indeks PMI sektor jasa AS dari ISM turun ke 52,8 pada Januari 2025 dari 54 pada Desember 2024, di bawah perkiraan sebesar 54,3, menandakan ekspansi sektor jasa yang melambat. Penurunan terjadi akibat kenaikan yang lebih kecil pada aktivitas bisnis (54,5) dan pesanan baru (51,3), serta kontraksi persediaan selama tiga bulan berturut-turut (47,5). Namun demikian, lapangan kerja (52,3) dan pesanan ekspor baru (52) tumbuh lebih cepat.
Menanggapi kedua data ini, Bank Mandiri memberikan pandangan bahwa rilis data ketenagakerjaan dan PMI sektor jasa di AS pada minggu pertama Februari masih menunjukkan ketahanan kondisi ekonomi AS, meskipun tantangan suku bunga yang masih ketat memengaruhi kinerja sektor jasa yang sedikit melambat.
Kondisi tersebut diperkirakan menjadi faktor utama yang berpotensi mempertahankan sikap The Fed yang lebih berhati-hati dalam memutuskan suku bunga kebijakan kedepannya.
Selanjutnya, beralih pada imbal hasil SBN yang bertenor 10 tahun terpantau turun 0,33% menjadi 6,893%.
Perlu diketahui, hubungan yield dan harga pada SBN ini berbanding terbalik, artinya ketika yield turun berarti harga obligasi naik, hal ini menunjukkan minat investor untuk masuk ke pasar SBN mengalami peningkatan.
Bursa saham Wall Street terpantau ditutup variatif pada penutupan perdagangan kemarin (6/2/2025). Indeks S&P 500 naik untuk sesi ketiga berturut-turut pada Kamis seiring para investor mempertimbangkan laporan kinerja keuangan perusahaan terbaru.
Indeks pasar yang luas ini bertambah 0,36% menjadi 6.083,57, sementara Nasdaq Composite naik 0,51% menjadi 19.791,99. Namun, Dow Jones Industrial Average justru turun 125,65 poin atau 0,28%, dan ditutup di angka 44.747,63.
Sektor Semikonduktor melemah, dengan Qualcomm dan Arm masing-masing turun lebih dari 3%. Skyworks Solutions anjlok lebih dari 24% setelah melaporkan hasil kinerja kuartalan yang mengecewakan. Ford Motor juga merosot 7% setelah produsen mobil ini memproyeksikan prospek bisnis yang sulit di tahun 2025. Honeywell melemah lebih dari 5%, menyeret Dow ke zona merah, setelah perusahaan tersebut mengeluarkan panduan laba tahunan yang berada di bawah ekspektasi analis. Selain itu, Honeywell mengumumkan rencana untuk membagi perusahaannya menjadi tiga entitas terpisah.
Sebaliknya, saham Philip Morris melonjak hampir 11% setelah perusahaan tembakau internasional ini melaporkan laba dan pendapatan kuartal keempat yang melampaui ekspektasi pasar, mencetak rekor penutupan tertinggi sepanjang sejarah.
Menurut Zachary Hill, Kepala Manajemen Portofolio di Horizon Investments, "Pergerakan harga hari ini terasa sangat idiosinkratik, dan ini sering terjadi selama musim laporan keuangan di mana investor lebih fokus pada fundamental masing-masing perusahaan."
Sementara itu, investor tampaknya mulai mengabaikan kekhawatiran terkait tarif impor yang dimulai pada hari Senin setelah Presiden Donald Trump mengumumkan pengenaan tarif 10% terhadap barang impor dari China. Sentimen pasar membaik setelah presiden menangguhkan tarif untuk barang dari Meksiko dan Kanada.
Hill menambahkan, "Meskipun saat ini belum berdampak signifikan terhadap pergerakan harga, kami yakin isu ini akan tetap menjadi bagian dari pertimbangan investor dalam beberapa waktu ke depan."
Sepanjang hari ini, pasar saham domestik tampaknya masih akan diterpa volatilitas yang cukup besar baik terhadap IHSG maupun rupiah. Terkhusus bagi pasar saham Indonesia, net foreign sell yang begitu besar dan bahkan dalam beberapa hari terakhir terus tercatat jual bersih dari investor asing membuat tekanan yang tak terbendung dan berpotensi menyentuh level yang lebih rendah.
Selain itu, pelaku pasar saat ini juga menunggu data dari AS yang akan dirilis nanti malam khususnya perihal data ketenagakerjaannya.
Cadangan Devisa RI
Hari ini, Bank Indonesia (BI) akan merilis data cadangan devisa (cadev) periode Januari 2025 yang diperkirakan masih berada di level yang cukup tinggi.
Sebelumnya pada Desember 2024, data cadev Indonesia mencapai rekor tertingginya yakni naik US$5,5 miliar menjadi US$155,7 miliar.Â
Peningkatan ini didorong oleh penerimaan pajak dan jasa, pinjaman luar negeri pemerintah, serta penerimaan minyak dan gas, di tengah kebijakan stabilisasi Rupiah sebagai respons terhadap ketidakpastian keuangan global.
Cadangan ini cukup untuk membiayai 6,7 bulan impor atau 6,5 bulan impor dan pembayaran utang, jauh di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan. Bank Indonesia memandang cadangan devisa ini memadai untuk mendukung ketahanan eksternal, dengan prospek ekspor yang positif serta surplus yang berkelanjutan dalam neraca modal dan finansial, didukung oleh persepsi investor yang positif dan imbal hasil investasi yang menarik.
Besarnya cadev ini akan menjadi hal yang positif bagi Indonesia karena memiliki beberapa fungsi penting dalam perekonomian suatu negara. Di antaranya ntuk menjaga stabilitas ekonomi dan keuangan, seperti menjaga stabilitas nilai tukar rupiah (mengintervensi pasar valuta asing), membiayai kebutuhan impor (membiayai impor barang dan jasa penting), hingga membayar utang luar negeri (membayar kewajiban utang luar negeri, baik pokok maupun bunganya).
Non-Farm Payroll & Unemployment Rate di AS
Dari AS, laporan ketenagakerjaan Non-Farm Payrolls (NFP) Januari akan menjadi kunci bagi arah kebijakan bank sentral AS (The Fed). Konsensus memperkirakan NFP berada di 170.000 yang akan menjadi angka terendah dalam tiga bulan terakhir, mencerminkan perlambatan dari 256 ribu lapangan kerja yang ditambahkan pada Desember tahun lalu.
Sementara tingkat pengangguran diproyeksikan stabil di 4,1%. Sedangkan, upah diperkirakan naik sebesar 0,3% secara bulanan, sama seperti pada Desember, sehingga pertumbuhan upah tahunan sedikit menurun menjadi 3,8%.
Laporan Januari akan mencakup revisi tahunan benchmark, yang dapat secara signifikan mengubah angka ketenagakerjaan sebelumnya. Sepanjang 2024, lapangan kerja di sektor non-pertanian (payroll employment) meningkat sebesar 2,2 juta, dengan rata-rata kenaikan bulanan sebesar 186 ribu, lebih rendah dibandingkan 3,0 juta pada tahun 2023 yang mewakili rata-rata kenaikan bulanan sebesar 251 ribu.
Namun demikian, angka-angka tersebut tetap menunjukkan pasar tenaga kerja yang kuat dan stabil.
IHSGÂ Rawan Longsor
Tekanan terhadap IHSG tampak cukup dalam hingga saat ini. IHSG telah terkoreksi dua hari beruntun dengan total hampir 3% yang diikuti dengan net foreign sell dalam jumlah yang cukup besar. Dalam empat hari terakhir, tercatat total net foreign sell hampir Rp3,3 triliun.
Terkhusus pada Kamis kemarin, IHSG sempat ambruk hingga titik terdalamnya di angka 6.830,112 atau melemah 2,76%.
Menanggapi hal ini, Senior Investment Information Mirae Asset Sekuritas Indonesia, Nafan Aji Gusta mengatakan fluktuasi IHSG sudah terjadi sejak awal tahun dan dipengaruhi oleh faktor global yang merupakan imbas dari kebijakan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang dinilai perfeksionis.
"Karena sejatinya sentimen dari Donald Trump kuat. Pelaku pasar sejak awal tahun benar mencermati dinamika kebijakan Trumpconomics," ujarnya kepada ²©²ÊÍøÕ¾, Kamis (6/2).
Kebijakan Trump yang kontroversial membuat pelaku pasar berhati-hati. Termasuk kebijakan yang memicu perang dagang jilid dua.
Hal senada juga dikatakan oleh Associate Director Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nicodemus. Situasi dan kondisi saat ini memang sedang tidak menguntungkan bagi investor. Meskipun Kanada dan Meksiko mengalami penundaan, tapi tidak dengan China. Negeri Tirai Bambu kemudian membalas tarif impor tersebut.
Menurutnya, kebijakan Trump berpotensi untuk mengerek inflasi di Amerika yang itu artinya, ruang pemangkasan tingkat suku bunga menjadi terbatas.
"Stabilitas pemulihan ekonomi global juga menjadi terganggu," ujarnya saat dihubungi oleh ²©²ÊÍøÕ¾.
Saat ini, posisi IHSG sudah menembus level support dikisaran angka 6.900an dan berpeluang untuk menyentuh level support yang lebih rendah di sekitar angka 6.700. Apabila hal ini benar terjadi, maka saham-saham bluechip berpotensi turun lebih dalam dan diikuti dengan valuasi yang semakin mu
Berikut sejumlah agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini:
- Cadangan Devisa Indonesia (10:00 WIB)
- Laju Inflasi Meksiko (19:00 WIB)
- U.S. Non Farm Payrolls (20:30 WIB)
- U.S. Unemployment Rate (20:30 WIB)
Berikut sejumlah agenda emiten di dalam negeri pada hari ini:
- tanggal cum Dividen Tunai Interim PT Ashmore Asset Management Indonesia Tbk. (AMOR)
Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:
²©²ÊÍøÕ¾ INDONESIA RESEARCH
[email protected]