Pasar keuangan domestik diproyeksikan masih akan dipengaruhi oleh sentimen khususnya dari luar negeri pada Jumat (07/03/2025). Selengkapnya mengenai proyeksi bisa dibaca pada halaman 3 artikel ini.
IHSG pada perdagangan kemarin (06/03/2025) ditutup melesat 1,32% ke posisi 6.617,85. IHSG sudah kembali bergerak di atas level 6.600an.
Nilai transaksi indeks kemarin mencapai sekitar Rp 12,35 triliun dengan melibatkan 15,88 miliar saham yang berpindah tangan sebanyak 1,06 juta kali. Sebanyak 410 saham menguat, 184 saham melemah, dan 201 saham stagnan.
Sementara dari sisi investor asing, tampak net sell dalam jumlah yang sedikit Rp37,09 miliar di seluruh pasar.
Sembilan dari 11 indeks sektoral berada di zona hijau. Sektor technology merupakan sektor yang terbang paling signifikan yakni 5,47%, diikuti dengan sektor energy yang naik 2,68%, serta sektor healthcare yang menguat 2,34%.
Sedangkan hanya sektor infractructure dan non-cyclical masing-masing tertekan sebesar 0,04% dan 0,52%.
Saham-saham secara umum mengalami penguatan termasuk saham perbankan pasca angin segar dari JP Morgan.
Research Analyst Infovesta Kapital Advisori Arjun Ajwani menjelaskan penguatan harga saham emiten bank karena adanya angin segar, seiring dengan JP Morgan yang mengerek peringkat emiten perbankan.
Selain itu,dia juga menilai valuasi emiten bank jumbo saat ini juga sangat menarik, karena telah mengalami koreksi dalam beberapa hari terakhir.
Kendati terjadi kenaikan yang signifikan, namun sentimen yang datang dari eksternal tampaknya akan memberikan pengaruh yang cukup besar untuk pasar keuangan domestik hari ini.
Terkhusus soal tarif Trump terhadap negara mitra dagangnya dan hasil pertemuan antara Trump dengan Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky yang siap mengakhiri perang dengan Rusia.
Tarif yang telah lama diancamkan oleh Trump terhadap Kanada dan Meksiko mulai berlaku pada Selasa, membuat pasar global gelisah dan memicu pembalasan mahal dari sekutu Amerika Serikat di Amerika Utara.
Mulai tepat lewat tengah malam Selasa, impor dari Kanada dan Meksiko kini dikenakan pajak sebesar 25%, dengan produk energi Kanada dikenai bea masuk sebesar 10%.
Tarif 10% yang sebelumnya diberlakukan Trump terhadap impor dari China pada Februari kini digandakan menjadi 20%, dan Beijing membalas pada Selasa dengan tarif hingga 15% terhadap berbagai ekspor pertanian AS. Selain itu, China memperluas daftar perusahaan AS yang dikenai kontrol ekspor dan pembatasan lainnya sebanyak sekitar dua lusin.
Beralih ke pasar mata uang, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS terpantau ditutup melemah 0,09% di angka Rp16.325/US$ pada Kamis (5/3/2025). Depresiasi ini mematahkan tren penguatan yang telah terjadi selama tiga hari beruntun.
Ekonom Bank Danamon, Hosianna Situmorang menyampaikan bahwa pelemahan dolar AS ke level 104, terendah dalam empat bulan, terjadi di tengah ketidakpastian akibat kebijakan tarif Presiden AS, Donald Trump terhadap China, Kanada, dan Meksiko.
Dengan DXY yang berpotensi mengalami tekanan, maka akan membawa angin segar bagi mata uang Garuda untuk sementara waktu.
Selanjutnya, beralih pada imbal hasil SBN yang bertenor 10 tahun terpantau naik 0,54% menjadi 6,887%.
Perlu diketahui, hubungan yield dan harga pada SBN ini berbanding terbalik, artinya ketika yield naik berarti harga obligasi turun, hal ini menunjukkan investor cenderung untuk melepas SBN Tanah Air.
Indeks saham di AS kembali mengalami penurunan tajam pada Kamis waktu AS atau Jumat dini hari waktu Indonesia setelah konsesi terbaru dari Gedung Putih terkait kebijakan tarif kontroversial Presiden Donald Trump gagal menenangkan investor yang gelisah.
Indeks Dow Jones Industrial Average turun 427,51 poin atau 0,99% ke 42.579,08 setelah sempat anjlok lebih dari 600 poin di titik terendah sesi perdagangan. S&P 500 melemah 1,78% ke 5.738,52, sementara itu, indeks Nasdaq jatuh 2,61% ke 18.069,26, secara resmi memasuki wilayah koreksi-ditandai dengan penurunan 10% dari level tertinggi terbaru.
Penurunan ini terjadi setelah tarif AS terhadap impor dari Kanada, Meksiko, dan China mulai berlaku minggu ini, mengguncang pasar keuangan.
Kanada dan China merespons dengan tarif balasan, sementara Meksiko mengumumkan akan mengungkap langkah-langkahnya pada akhir pekan. Secara mingguan, Nasdaq telah merosot lebih dari 4%, sedangkan Dow dan S&P 500 masing-masing turun sekitar 2,9% dan 3,6%, menandai pekan terburuk sejak September 2024.
Kendati Gedung Putih mengumumkan penundaan tarif selama satu bulan untuk produsen mobil yang mematuhi Perjanjian Amerika Serikat-Meksiko-Kanada (USMCA), harapan bahwa tarif akan ditarik lebih luasÌý untuk mengurangi dampak negatif pada ekonomi AS tidak cukup untuk menopang pasar.
Ketidakpastian semakin meningkat setelah Menteri Keuangan AS, Scott Bessent, menegaskan dukungannya terhadap kebijakan tarif, membuat investor bertanya-tanya sejauh mana Gedung Putih bersedia berkompromi. Dalam pidatonya di Economic Club of New York, Bessent menyatakan, "Sejauh praktik negara lain merugikan ekonomi dan masyarakat kita, Amerika Serikat akan merespons. Ini adalah kebijakan perdagangan Amerika-First."
Bessent juga menyebut Perdana Menteri Kanada Justin Trudeau sebagai "numbskull" (bodoh), menekankan bahwa pemerintahan lebih fokus pada Main Street dibandingkan Wall Street. Pernyataan tersebut memperburuk kekhawatiran pasar, mendorong S&P 500 ke level terendah sejak awal November.
Keith Lerner, Kepala Strategi Pasar di Truist, mengatakan, "Yang terjadi sekarang adalah kebingungan. Kebingungan ini merembet ke pergerakan harian pasar."
Trump Tak Perduli Bursa Saham Pada Kamis kemarin, Presiden Donald Trump mengatakan bahwa pemerintahannya tidak akan mempertimbangkan reaksi pasar saham saat merumuskan rincian kebijakan tarifnya.
Saat ditanya apakah keputusan untuk menunda tarif pada banyak produk dari Kanada dan Meksiko selama satu bulan disebabkan oleh pasar saham, Trump menjawab bahwa keputusan tersebut Trump menegaskan kebijakannya tidak ada hubungannya dengan pasar.
"Saya rasa ini adalah para globalis yang melihat betapa kayanya negara kita akan menjadi dan mereka tidak suka. Pasar besar di luar sana. Tapi sekali lagi, mereka telah mengeksploitasi negara ini selama bertahun-tahun. Dan mereka akan berhasil - semua orang akan berhasil. Tapi kita tidak bisa membiarkan ini terus terjadi di Amerika. Jika tidak, kita tidak akan memiliki negara lagi," imbuhnya.
Komentar ini muncul saat pasar saham mengalami kesulitan dalam beberapa hari terakhir, dengan rata-rata utama di Wall Street mengalami minggu yang merugi. Pada Kamis, Nasdaq Composite ditutup lebih dari 10% di bawah titik tertinggi barunya, memasukkan indeks yang banyak terdiri dari saham teknologi ini ke dalam wilayah koreksi.
Pelaku pasar Wall Street berharap bahwa Trump, yang dianggap ramah terhadap bisnis selama masa jabatan pertamanya dan sebagai calon presiden, akan mempertimbangkan pasar saham sebagai sesuatu yang mirip dengan penilaian popularitas. Ide ini kadang disebut sebagai "Trump put," sebuah istilah yang dipinjam dari dunia opsi yang menyarankan bahwa presiden akan menjaga pasar saham agar tidak jatuh terlalu jauh.
Namun, pemerintahan Trump terus mengambil sikap agresif dalam kebijakan perdagangan dalam beberapa hari terakhir meskipun tampaknya memicu aksi jual di saham. Ekonom dari Nomura mengatakan dalam sebuah catatan bahwa kenyataan dari masa jabatan pertama Trump meragukan ide tentang "Trump put."
Pada hari Kamis juga, Sekretaris Perdagangan Howard Lutnick mengatakan bahwa fokus Trump lebih luas daripada pergerakan harian pasar saham.
Pasar keuangan hari ini bisa berpotensi volatile karena banyaknya sentimen negatif yang akan membayangi pergerakan IHSG, nilai tukar, hingga SBN.
Sentimen dari eksternal akan mendominasi dan membayangi pasar keuangan domestik. Terkhusus yang datang dari AS soal potensi terjadinya pelemahan ekonomi hingga beberapa data penting yang masih ditunggu pelaku pasar tepatnya data tenaga kerja.
Melemahnya ekonomi AS, seperti data penyerapan tenaga kerja dan pertumbuhan ekonomi, juga semakin meningkatkan kekhawatiran mengenai dampak buruk kebijakan tarif Trump. Data-rata ekonomi AS diperkirakan akan memburuk karena lonjakan tarif perdagangan Trump.
Ramalan RupiahÌý
Rupiah tampak mengalami penguatan yang signifikan dalam tiga hari saja yakni pada 3, 4, dan 5 Maret 2025. Bahkan rupiah sempat berada pada level Rp16.250 pada awal perdagangan kemarin yang menunjukkan terjadi penguatan lebih dari Rp300/US$ dalam kurun waktu singkat.
Apresiasi yang terjadi pada rupiah ini tak lepas dari indeks dolar AS (DXY) yang mengalami pelemahan sejak 3 Maret 2025. Per 5 Maret 2025, DXY terpantau berada di posisi 104,3 atau merupakan yang terendah sejak 5 November 2024 (empat bulan terakhir).
Sinyal-sinyal negatif yang terlihat di AS belakangan ini membuat DXY semakin tertekan dan rupiah tampak mengalami perbaikan.
Ekonom Bank Danamon, Hosianna Situmorang menyampaikan bahwa pelemahan dolar AS ke level 104, terendah dalam empat bulan, terjadi di tengah ketidakpastian akibat kebijakan tarif Presiden AS, Donald Trump terhadap China, Kanada, dan Meksiko.
Trump memang memberikan pengecualian selama satu bulan bagi industri otomotif AS dari tarif 25% terhadap Kanada dan Meksiko serta membuka peluang negosiasi lebih lanjut. Namun, kebijakan tarif baru terhadap tiga negara tersebut telah memicu retaliasi, meningkatkan risiko perang dagang yang berkepanjangan dan berpotensi menghambat pertumbuhan ekonomi AS, sehingga menekan nilai tukar dolar.
Selain itu, data tenaga kerja AS yang lemah semakin membebani dolar. Laporan ADP menunjukkan hanya 77 ribu pekerjaan bertambah pada Februari, terendah dalam tujuh bulan.
Sedangkan Head of Macroenomic Research BCA, Barra Kukuh Mamia mengatakan soal kekhawatiran AS yang akan resesi diikuti dengan kebijakan tarif yang berpotensi memperlambat ekonomi, membuat dolar AS terkoreksi.
"Ada kemungkinan tren pelemahan dolar akan berlanjut untuk sementara waktu. Mengingat situasi saat ini, dolar mungkin akan melemah sekitar 5%, menjadikan nilai tukar IDR di bawah 16.000," kata Hirofumi.
1. Ekonomi AS Gonjang-Ganjing, Ekspektasi Cut Rate Jadi 3 Kali
Jika beberapa waktu lalu kita berbicara ekonomi Amerika Serikat (AS) masih kuat karena pasar tenaga kerja mereka masih ketat dan perlambatan laju cut rate the Fed. Story itu sekarang mulai berubah.
Efek tarif trump yang memicu perang dagang lalu efisiensi besar-besaran yang dilakukan Department of Government Efficiency (DOGE) di bawah kepemimpinan Elon Musk kini sudah menampakkan efeknya.
Sekitar sebulan sejak dibentuk, DOGE sudah bisa memberikan efisiensi lebih dari US$ 50 miliar atau setara lebih dari Rp900 triliun. Di balik efisiensi itu, ternyata banyak terjadi pemutusan hubungan kerja yang dikhawatirkan akan membuat angka pengangguran melonjak.
Harapan kini tertuju pada the Fed yang potensi bisa menurunkan suku bunga sebagai langkah antisipasi ekonomi AS yang kontraksi. Menurut data CME FedWatch Tool, kini proyeksi cut rate menjadi tiga kali dari yang sebelumnya hanya dua kali saja.
Efek dari pelemahan ekonomi AS dan prospek laju cut rate bertambah ini juga mulai terasa pada kekuatan the greenback yang mulai melandai. Indeks doalr ambruk ke 104,3 pada perdagangan kemarin, level terendahnya sejak awal November 2024.
Pelemahan dolar AS ini menjadi kabar positif bagi Indonesia karena bisa membangkitkan kekuatan rupiah.
Dan, ini tercermin dari pergerakan mata uang Garuda yang sudah menguat ke kisaran Rp16.300/US$ dari beberapa hari lalu yang sempat mencapai level terpuruk sepanjang masa di atas Rp16.600/US$.
3.ÌýBuyback Saham Perbankan RI
Sentimen positif berikutnya datang dari aksi korporasi buyback yang sudah digulirkan emiten bank besar Tanah Air.
PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) salah satunya yang sudah mulai buyback saham-nya dengan modal yang disiapkan mencapai Rp3 triliun.
Bank pelat merah yang fokus di holding ultra mikro itu telah melaksanakan Buyback dalam rangka program kepemilikan saham pekerja, dan/atau Direksi dan Dewan Komisaris sejak tahun 2015.
Program tersebut merupakan bagian dari upaya Perseroan untuk mendorong engagement pekerja terhadap keberlanjutan peningkatan kinerja Perusahaan dalam jangka panjang.
Berdasarkan sumber dana yang digunakan, maka aset dan ekuitas diperkirakan akan menurun sebesar- besarnya sejumlah perkiraan nilai buyback ditambah Perkiraan biaya buyback. Pelaksanaan buyback 2025 tidak menyebabkan kekayaan bersih perseroan menjadi lebih kecil dari jumlah modal yang ditempatkan, ditambah cadangan wajib yang telah disisihkan.
Selain BBRI, PT Bank Negara Indonesia TbkÌý(BBNI) jugaÌýberencana melakukan pembelian kembali saham atau buyback sebanyak-banyaknya sebesar Rp905 miliar atau 10% dari total modal disetor.
Bank Mandiri juga rencana melakukan pembelian kembali saham (buyback) perusahaan senilai RP 1,17 triliun. Namun, aksi korporasi tersebut masih akan menunggu keputusan pemegang saham dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) mendatang.
Non-Farm Payroll & Unemployment Rate
AS akan merilis data NFPÌýdan laju penganggurannya pada malam hari ini. Kedua data ini akan ditunggu pelaku pasar karena berhubungan dengan data tenaga kerja AS dan dapat berdampak pada kebijakan yang akan diambil The Fed soal suku bunga acuannya.
Sebelumnya, ekonomi AS menambahkan 143 ribu pekerjaan pada Januari 2025, jauh di bawah revisi kenaikan 307 ribu pada Desember dan perkiraan 170 ribu. Pertumbuhan lapangan kerja terjadi di sektor kesehatan (44 ribu), perdagangan ritel (34 ribu), bantuan sosial (22 ribu), dan pekerjaan di pemerintahan yang terus meningkat (32 ribu). Biro Statistik Tenaga Kerja AS (BLS) menyatakan bahwa kebakaran hutan di Los Angeles serta cuaca musim dingin yang parah di beberapa bagian negara tidak memiliki "dampak yang dapat terlihat" terhadap angka ketenagakerjaan bulan tersebut.
Sementara itu, BLS menerbitkan revisi tahunan terhadap data ketenagakerjaan untuk tahun 2024. Perubahan total pekerjaan non-pertanian pada November direvisi naik sebesar 49 ribu menjadi 261 ribu, sedangkan perubahan untuk Desember direvisi naik sebesar 51 ribu menjadi 307 ribu. Dengan revisi ini, jumlah pekerjaan di November dan Desember secara keseluruhan meningkat 100 ribu lebih tinggi dari laporan sebelumnya.
Namun, jika mempertimbangkan keseluruhan tahun 2024, jumlah pekerjaan non-pertanian meningkat sebesar 1,99 juta, dengan rata-rata pertumbuhan 166 ribu pekerjaan per bulan. Angka ini lebih rendah dibandingkan laporan awal yang menyebutkan kenaikan 2,2 juta pekerjaan atau rata-rata 186 ribu per bulan.
Foto:ÌýU.S. NFP Sumber: U.S. Bureau of Labor Statistics
Pengangguran AS Bayangi Pertumbuhan Ekonomi
Terkait tenaga kerja, AS mengumumkan jika klaim pengangguran awal di Amerika Serikat turun sebanyak 21.000 dari minggu sebelumnya menjadi 221.000 pada minggu terakhir Februari. Angka ini jauh di bawah ekspektasi pasar yang sebesar 235.000, dan kembali ke level rendah historis setelah mencapai puncak dua bulan sebelumnya.Ìý
Sementara itu, klaim berkelanjutan naik sebanyak 42.000 menjadi 1.897.000.
Namun, data lain dari kategori yang berbeda mencatatkan hal negatif.Ìý Jumlah pegawai federal yang kena PHK melonjak menjadi 1.634 pada tujuh hari yang berakhir 22 Februari dari 614 pada minggu sebelumnya. Klaim ini dilaporkan dengan keterlambatan dua minggu.
Klaim federal umumnya rata-rata sekitar 500 hingga 600 per minggu pada tahun sebelum Trump terpilih.
Puluhan ribu pekerja pemerintah dilaporkan telah dipecat, sehingga klaim federal ini diperkirakan akan terus meningkat. Pemecatan lebih lanjut juga diperkirakan akan terjadi.
Pekerja pemerintah dibayar manfaat dari dana pengangguran yang didanai secara terpisah oleh pemerintah federal, tetapi mereka mengajukan klaim pengangguran di negara bagian tempat mereka tinggal. Beberapa klaim federal ini mungkin muncul dalam angka negara bagian terlebih dahulu hingga klaim tersebut diproses.
Kontraktor swasta yang kehilangan pekerjaan karena pemotongan pengeluaran pemerintah memang menerima manfaat pengangguran melalui program negara bagian biasa.
Pemecatan massal pekerja pemerintah federal dapat meningkatkan klaim pengangguran dalam beberapa bulan mendatang, tetapi kehilangan pekerjaan ini mungkin tidak memiliki dampak besar pada ekonomi itu sendiri. Tenaga kerja federal, kecuali Pos Indonesia, mewakili kurang dari 1% dari seluruh pekerja AS.
Namun, serangkaian tarif tinggi yang diusulkan oleh Presiden Trump dan pemotongan besar dalam pengeluaran federal dapat membebani ekonomi AS dalam beberapa bulan mendatang, peringatan analis.
Data lain juga menunjukkan jika pada Februari 2025, pengusaha di AS mengumumkan pemutusan hubungan kerja sebanyak 172.017, yang merupakan jumlah tertinggi sejak Juli 2020, dibandingkan dengan 49.795Ìý pada Januari. Ini juga merupakan jumlah tertinggi untuk bulan Februari sejak 2009
Cadangan Devisa RI
Pada pagi hari ini, Bank Indonesia (BI) akan merilis data cadangan devisa (cadev) untuk periode Februari 2025. Sebagai catatan, rupiah hancur lebur pada Februari bulan lalu dengan melemah 1,69% dalam sebulan atau terdalam sejak April 2024. Menarik disimak seberapa besar cadev akan terkuras untuk operasi moneter.
Sebelumnya, data cadevÌýRI pada Januari 2025Ìýmeningkat ke rekor tertinggi baru sebesar US$ 156,1 miliar pada Januari 2025, naik dari US$Ìý155,7 miliar pada bulan sebelumnya. Peningkatan ini didukung oleh penerbitan obligasi global pemerintah serta pendapatan dari pajak dan jasa, seiring dengan kebijakan stabilisasi Rupiah dalam merespons ketidakpastian keuangan global.
Cadangan devisa tersebut cukup untuk membiayai 6,7 bulan impor atau 6,5 bulan impor dan pembayaran utang, jauh di atas standar kecukupan internasional yang sekitar 3 bulan. Bank Indonesia menilai cadangan devisa ini memadai untuk mendukung ketahanan sektor eksternal, dengan prospek ekspor yang tetap positif serta neraca transaksi modal dan keuangan yang diperkirakan terus mencatat surplus.
Pidato Powell Esok Dini Hari
Chairman The Fed, Jerome Powell pada esok (8/3/2025) dini hari akan melakukan pidato soal Economic Outlook diÌýThe University of Chicago Booth School of Business 2025 U.S. Monetary Policy Forum, New York, N.Y.
Kekhawatiran terhadap pertumbuhan telah memicu perubahan tajam ke arah kebijakan yang lebih dovish dalam perkiraan pasar untuk tahun ini dan tahun depan. Para pelaku pasar akan mencermati apakah Ketua The Fed bersedia mendukung pandangan tersebut.
Analisis dari Citigroup menunjukkan bahwa data ekonomi AS semakin memburuk dibandingkan ekspektasi dasar, sehingga kecenderungannya saat ini lebih condong ke arah kekecewaan. Jika kondisi ini menghasilkan data ekonomi yang lemah bersamaan dengan pendekatan slow-and-steady incrementalism dari Powell, maka harga obligasi bisa naik sementara saham dan dolar melemah.
Trump Tunda untuk Sebagian Barang Kanada dan Meksiko, Defisit Dagang AS Melebar di Januari Presiden Trump pada Kamis kemarin memutuskan untuk menunda tarif terhadap barang-barang dari Kanada dan Meksiko yang tercakup dalam perjanjian perdagangan Amerika Utara (USMCA) hingga 2 April.Ìý
Keputusan ini memberikan keringanan sementara bagi kedua mitra dagang terbesar AS, dengan pengecualian tarif tersebut hanya berlaku untuk barang-barang yang sesuai dengan USMCA. Pada 2 April, Trump diperkirakan akan mulai mengungkapkan rencana tarif timbal balik terhadap negara-negara yang mengenakan pajak impor terhadap barang-barang AS.
Tarif Trump masih akan diterapkan pada sekitar 50% impor Meksiko dan lebih dari 60% barang-barang Kanada.
Pengecualian yang diberikan oleh Presiden hanya berlaku untuk barang-barang yang sesuai dengan Perjanjian Amerika Serikat-Meksiko-Kanada (USMCA), perjanjian yang dinegosiasikan selama masa jabatan pertama Trump yang mengatur perdagangan di Amerika Utara.
Sekitar 50% impor Meksiko dan 38% impor Kanada tercakup dalam perjanjian perdagangan USMCA tersebut.
Pengecualian tarif tidak termasuk yang diberlakukan pada China. China tetap bersikap tegas jika mereka siap untuk melawan "jenis perang apa pun" dengan AS.
Sementara itu, Amerika Serikat mencatat rekor defisit perdagangan sebesar $131,4 miliar pada Januari 2025, naik dari defisit yang direvisi turun sebesar $98,1 miliar pada Desember 2024 dan melebihi perkiraan pasar yakni $127,4 miliar.
Impor melonjak 10% mencapai $401,2 miliar, mencatatkan angka tertinggi sepanjang masa, yang didorong oleh antisipasi tarif yang akan datang. Kenaikan impor terutama terlihat pada barang-barang logam bentuk jadi ($20,5 miliar), persiapan farmasi ($5,2 miliar), dan komputer ($3 miliar). Ekspor meningkat lebih lambat sebesar 1,2% menjadi $269,8 miliar, dipimpin oleh pesawat sipil ($1,1 miliar) dan persiapan farmasi ($0,8 miliar). Di sisi lain, penjualan turun untuk kedelai ($-0,8 miliar).
Defisit perdagangan barang AS dengan beberapa negara meningkat, termasuk China ($-29,7 miliar dibandingkan $-25,3 miliar pada Desember 2024), Uni Eropa ($-25,5 miliar dibandingkan $-20,4 miliar), Swiss ($-22,8 miliar dibandingkan $-13 miliar), Meksiko ($-15,5 miliar dibandingkan $-15,3 miliar), Vietnam ($-11,9 miliar dibandingkan $-11,4 miliar), dan Kanada ($-11,3 miliar dibandingkan $-7,9 miliar).
Berikut sejumlah agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini:
Fed Bostic Speech (07:00 WIB)
China Balance of Trade (10:00 WIB)
Cadangan Devisa Indonesia (10:00 WIB)
Euro Area GDP Growth Rate YoY 3rd Estimate (17:00 WIB)
U.S. Non-Farm Payrolls (20:30 WIB)
U.S. Unemployment Rate (20:30 WIB)
Fed Chair Powell Speech (Sabtu, 00:30 WIB)
Ring the Bell for Gender Equality di Main Hall BEI, Jakarta Selatan. Turut hadir Komisaris Utama BEI dan Komisaris Independen OCBC NISP. (13.30 WIB)
Permata Bank mengumumkan pemaparan kinerja perusahaan di kantor pusat Permata Bank, Gedung WTC 2, Jakarta Selatan (10.00 WIB)
Konferensi pers dengan topik Penutupan Kegiatan Open Dumping di Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) yang akan diselenggarakan di Kementerian Koordinator Bidang Pangan, Graha Mandiri, Jakarta Pusat (10.00 WIB)
AXA Mandiri Economic Outlook 2025 di AXA Tower Lantai 8, Jakarta Selatan