²©²ÊÍøÕ¾

Beli Saham Pakai 'Uang Panas', Begini 'Titah' Lo Kheng Hong

Houtmand P Saragih, ²©²ÊÍøÕ¾
25 January 2021 10:45
Dok.Lo Kheng Hong
Foto: Dok.Lo Kheng Hong

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾Â Indonesia - Investor kawakan Indonesia, Lo Kheng Hong, ikut terusik menyimak fenomena banyaknya investor pemula berinvestasi saham dengan modal mengutang.

Pria yang mendapat julukan Warren Buffett Indonesia ini, sama sekali tidak mau mengambil risiko berinvestasi saham dengan cara meminjam uang.

Lo, yang pernah bekerja sebagai karyawan bank, mengatakan pinjaman atau utang biasanya dikenakan bunga tinggi. Sementara di pasar saham ada risiko harga saham bisa mengalami koreksi.

"Jangan membeli saham dengan hutang karena harus membayar bunga yg tinggi, belum lagi kalau saham yang dibeli harganya turun" kata Lo kepada ²©²ÊÍøÕ¾Â Indonesia akhir pekan lalu. 

Pernah bekerja sebagai karyawan bank, membuat Lo tahu, bahwa ada risiko besar yang harus ditanggungnya jika berinvestasi dengan menggunakan utang. 

"Saya sendiri tidak berani membeli saham dengan utang," kata Lo yang memulai berinvestasi saham dengan menyisikan gaji setiap bulan dengan menginvestasikannya di saham.

Lo sendiri pernah mengatakan, enggan menyimpan uang di bank. Menurutnya menyimpan uang di bank akan membuat investor perlahan-lahan jatuh miskin.

"Menyimpan uang di bank sebetulnya membuat kita miskin secara pelan-pelan karena nilai uang kita semakin hari semakin turun," kata Lo beberapa waktu lalu. 

Lo tampaknya resah banyak investor pemula yang berani meminjam uang dari financial technology (Fintech) atau pinjaman online (pinjol) dan menggadaikan BPKB, dan tak tanggung-tanggung, pinjaman tersebut dibelikan saham-saham yang sedang 'digoreng'.

Bukannya untung, para investor yang membeli saham dengan 'uang panas' ini malah ketiban buntung.

Saham-saham yang tadinya dinilai menggiurkan karena harganya meroket, lambat laun malah turun dan membuat para investor baru ini 'nyangkut' besar dan tak bisa mengembalikan utang-utangnya ini.

Dikutip dari akun instagram @ngertisaham, dalam postingan-nya yang diunggah, terdapat tiga pengakuan dari investor 'nyangkut ini.

Salah satunya menyebutkan telah berhutang kepada 10 aplikasi pinjaman online dengan nilai pinjaman mencapai Rp 170 juta dan menggunakan dana ini untuk membeli (hajar kanan/haka) saham PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) sebanyak 500 lot.

Lalu ada pengakuan lainnya dari investor panik lainnya. Setelah saham PT Kimia Farma Tbk (KAEF) selama beberapa hari terakhir terus mengalami auto reject bawah (ARB), dia sudah mengalami penurunan nilai portofolio sebesar 25%.

"Karena saya beli saham KAEF menggunakan uang arisan dan uang titipan Ibu-Ibu PKK. Sekarang di portofolio sudah minus hampir 25%. Sebaiknya gimana ya Pak solusinya? Bingung mau jawab apa kalau ditanya Pak," tulis postingan tersebut, dikutip Senin (18/1/2021).

Lainnya, ada yang mengaku bahwa dirinya telah membeli saham dengan menggadaikan aset tanah dan BPKB mobil yang dimilikinya. Sedangkan portofolionya di PT Itama Ranoraya Tbk (IRRA) malah nyangkut.

Para analis dan praktisi pasar modal pun mengatakan, ada baiknya para investor baru dengan 'uang panas' ini mempelajari terlebih dahulu bagaimana cara untuk berinvestasi di saham dan alokasi dana seperti apa yang dapat digunakan untuk penempatan dana di aset berisiko seperti saham.

Jangan terbuai dengan kilaunya cuan orang di-posting oleh orang-orang di akun media sosial dan malah ikut-ikutan meski tidak paham, hingga berakhir seperti investor-investor panik di atas.

Praktisi pasar modal Ryan Filbert menyebut hal ini terjadi seiring dengan signifikansi peningkatan jumlah investor di tahun lalu.

Menurut dia, tingginya jumlah investor baru ini mayoritas merupakan investor pemula yang belum mengerti akan memilih saham mana dari 715 saham yang ada di Bursa Efek Indonesia (BEI).

"Pemula itu kan dari 715 saham yang ada di BEI tentunya mereka kan tidak tau inspirasi mana yang perlu dibeli. Mereka akan cenderung investasi berdasarkan katanya si A, si B atau yang populer yang diberitakan," kata Ryan kepada ²©²ÊÍøÕ¾, Senin (18/1/2021).

Saham yang sedang ramai diberitakan, terutama dalam beberapa waktu terakhir, memang mengalami kenaikan tinggi dan memberikan keuntungan instan bagi para investor pemula ini. Hal seperti ini biasanya memunculkan sifat greedy sehingga mereka nekat dan berpikir bahwa jika mereka berinvestasi dalam nilai lebih besar pasti akan memberikan return yang lebih tinggi pula.

Hal-hal seperti ini, menurut Ryan, memunculkan fenomena menggunakan 'uang panas' baik dari pinjaman maupun menggadaikan uang untuk berinvestasi.

Padahal, hal yang tidak disadari oleh para investor ini adalah terdapat tiga tujuan yang mungkin terjadi saat seseorang mulai membeli saham. Yakni berinvestasi, berdagang dan berjudi.

"Tapi kalau investasi hitungan hari atau kurang dari satu bulan. Kaidah dasar investasi itu kan tidak ada yang pendek jadi bukan maksudnya investasi, itu malah mengambil keuntungan jangka pendek itu kan dagang dan judi," jelas dia.

Hal ini memunculkan pertanyaan mengenai keberhasilan pendidikan investasi, terutama dari segi pasar modal yang selama ini dilakukan oleh regulator.

Ryan menilai saat ini pendidikan investasi masih kurang tepat sasaran, salah satunya disebabkan karena waktu pelaksanaannya lebih banyak dilakukan saat hari kerja. Padahal, kalangan usia produktif justru lebih banyak bekerja dan baru memiliki waktu kosong saat akhir pekan.

Hal ini jadi memunculkan banyaknya investor yang tidak paham dengan 'manual' untuk membeli saham. Artinya masih kurangnya edukasi mengenai keuntungan hingga risiko dalam membeli saham.

"Itu yang buat orang kalau kapok investasi saham. Yang untung diam, yang pura-pura untung ngomong, yang rugi akan ngomong kalau dia rugi. Ini titik rusaknya. Ini boomerang, kalau 50% investor baru ini jadi corong bad influence buat pasar modal karena dia ngomong kalau ternyata dia rugi," terang Ryan.

Selain itu, hal ini juga tidak terlepas dari banyaknya bermunculan influencer saham merekomendasikan saham-saham tertentu secara spesifik, tapi belum jelas apakah orang tersebut memiliki kapabilitas untuk merekomendasikan saham.

Padahal jelas-jelas profesi ini saja membutuhkan pendidikan dan license khusus yang juga diberikan oleh otoritas maupun lembaga tertentu.

Untuk itu, bila perlu seharusnya diperlukan regulasi khusus yang mengatur mengenai siapa saja yang memiliki kapasitas untuk berbicara mengenai saham. Sehingga jika ada orang yang tidak memiliki izin tersebut, bisa langsung di-blacklist oleh regulator.

Sementara itu, Ketua Dewan Pelaksana Lembaga Sertifikasi Profesi Pasar Modal (LSPPM), Haryajid Ramelan mengatakan investasi saham harusnya menggunakan uang yang menganggur atau istilah lainnya uang dingin.

Peminjaman di pinjaman online (pinjol) menurutnya juga memiliki bunga yang cukup besar. Pola pikir memiliki saham dengan meminjam di pinjol-pun salah.

"Ketika pinjam berapa pinjaman pinjol itu suku bunganya, itu besar sekali bisa jadi setahun saja bisa sampai 50%. Ini sudah enggak make sense pola pikirnya anak milenial melakukan pinjaman online Rp5-10 juta membeli produk investasi, itu sudah ngaco," jelasnya dalam program InvesTime ²©²ÊÍøÕ¾, Senin Malam (18/1/2021).

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular