²©²ÊÍøÕ¾

Newsletter

"Unlucky 13" Amerika, Bisa Picu Carut-marut Ekonomi Dunia!

Putu Agus Pransuamitra, ²©²ÊÍøÕ¾
09 May 2023 06:00
Amerika Serikat
Foto: Wabah Virus Corona yang Rentan di Pedesaan Amerika (AP/Brynn Anderson)
  • IHSG dan rupiah gagal menguat awal pekan kemarin, mayoritas SBN juga mengalami pelemahan. 
  • Pelaku pasar merespon rilis data tenaga kerja AS yang masih kuat, Bestspoke Investment Group bahkan menyebutnya sebagai "Unlucky 13". 
  • Ketika pasar tenaga kerja AS kuat, maka The Fed kemungkinan akan menaikkan suku bunga lagi. Artinya, resesi semakin dalam bisa terjadi dan berdampak ke ekonomi dunia.

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) turun 0,27% awal pekan kemarin ke 6.769,631, rupiah yang sempat menguat akhirnya juga melemah. Dari pasar obligasi, Surat Berharga Negara (SBN), bervariasi.

Pasar finansial Indonesia terlihat masih akan kesulitan bangkit pada perdagangan Selasa (9/5/2023) akibat sentimen yang masih belum bagus. Faktor-faktor yang mempengaruhi pergerakan pasar hari ini dibahas pada halaman 3.

Balik lagi ke pasar saham, sebanyak 241 saham melemah kemarin, 304 saham menguat, sementara 187 lainnya mendatar. Perdagangan menunjukkan transaksi mencapai Rp10,97 triliun dengan melibatkan 23,55 miliar saham yang berpindah tangan sebanyak 1,49 juta kali.

Rupiah di awal perdagangan Senin menguat 0,14% melawan dolar Amerika Serikat (AS), tetapi di akhir sesi berada di Rp 14.695/US$, atau melemah 0,17%, melansir data Refinitiv.

Sementara SBN mayoritas mengalami pelemahan, terlihat dari imbal hasilnya (yield) yang mengalami kenaikan.

Untuk diketahui, pergerakan harga SBN berbanding terbalik dengan yield. Ketika harga naik maka yield akan turun, begitu juga sebaliknya.

Dari dalam negeri, Bank Indonesia (BI) kemarin melaporkan posisi cadangan devisa Indonesia pada akhir April 2023 tetap tinggi sebesar US$ 144,2 miliar. Posisi ini sedikit menurun dibandingkan dengan posisi pada akhir Maret 2023 sebesar US$ 145,2 miliar.

Ini menjadi pertama kalinya Cadev Indonesia turun dalam enam bulan terakhir.

Menurut BI, penurunan cadangan devisa terjadi akibat pembayaran utang dan kebutuhan likuiditas.

"Penurunan posisi cadangan devisa pada April 2023 antara lain dipengaruhi oleh kebutuhan pembayaran utang luar negeri pemerintah dan kebutuhan likuiditas valas sejalan dengan antisipasi dalam rangka Hari Besar Keagamaan Nasional," Direktur Eksekutif Kepala Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono, Senin (8/5/2023).

Penurunan Cadev menjadi sentimen negatif bagi rupiah, sebab "amunisi" BI untuk menstabilkan rupiah saat mengalami gejolak menjadi berkurang.

Di sisi lain, pasar finansial RI juga tertekan akibat ada kemungkinan bank sentral AS (The Fed) akan kembali menaikkan suku bunga pasca rilis data tenaga kerja yang masih kuat.

HALAMAN SELANJUTNYA >>> Wall Street Mager Tunggu Data Inflasi 

Bursa saham Amerika Serikat (AS) atau Wall Street belum banyak bergerak pada perdagangan Senin (8/5/2023) waktu setempat. Pelaku pasar menanti rilis data inflasi di pekan ini, pasca data tenaga kerja yang masih kuat. Dua data tersebut menjadi penentu suku bunga di AS.

Indeks Dow Jones melemah 0,17%, S&P 500 naik 0,05% dan Nasdaq menguat 0,18%. Amerika Serikat akan merilis data inflasi Rabu mendatang. Ini akan menjadi perhatian besar, sebab bisa menentukan apakah bank sentral AS (The Fed) akan kembali menaikkan suku bunga, atau menghentikannya.

Data tenaga kerja AS yang kuat memunculkan ekspektasi The Fed masih akan melanjutkan periode kenaikan suku bunganya.

Jumat malam lalu, Departemen Tenaga Kerja AS melaporkan sepanjang April perekonomian Amerika Serikat mampu menyerap 253.000 tenaga kerja di luar sektor pertanian (non-farm payrolls). Angka tersebut jauh lebih tinggi dari estimasi Wall Street sebanyak 180.000 orang.

Tingkat pengangguran turun menjadi 3,4% dari bulan sebelumnya 3,5%. Padahal, Wall Street memproyeksikan naik menjadi 3,6%. Tingkat pengangguran 3,4% ini menyamai rekor terendah sejak 1969.

Kemudian rata-rata upah per jam naik 0,5% month-to-month, lebih tinggi dari ekspektasi 0,3% sekaligus tertinggi dalam satu tahun terakhir. Secara year-on-year, rata-rata upah tersebut naik 4,4% juga lebih tinggi dari ekspektasi 4,2%.

CEO Standard Chartered, Bill Winter mengatakan The Fed akan melihat data tenaga kerja pada Juni untuk menentukan apakah suku bunga akan kembali dinaikkan atau tidak. Ia menyebut, The Fed kemungkinan masih akan kembali mengetatkan kebijakanya.

"Jika siklus pertumbuhan upah reguler bisa terkontrol lagi, saya pikir The Fed akan berhenti di sini. Tetapi ini belum berakhir," Kata Winter sebagaimana dilansir ²©²ÊÍøÕ¾ International.

HALAMAN SELANJUTNYA >>> Sentimen Penggerak Pasar Hari Ini

Pada Kamis pekan lalu, pasar finansial dibuat lega setelah bank sentral AS (The Fed) mengindikasikan akan menghentikan kenaikan suku bunga. Namun, sehari berselang pasar kembali dibuat was-was tercermin dari pergerakan Wall Street Senin kemarin. Penyebabnya, pasar tenaga kerja Amerika Serikat yang masih sangat kuat.

Bespoke Investment Group bahkan menyebut "Unlucky 13", merujuk pada data penyerapan tenaga kerja di luar sektor pertanian (non-farm payrolls/NFP) yang lebih tinggi dari prediksi dalam 13 bulan beruntun.

"Dalam upayanya menurunkan inflasi, The Fed menjalankan misi untuk menghancurkan pasar tenaga kerja," tulis Bespoke Investment Group, sebagaimana dilansir Business Insider, Jumat (5/5/2023).

The Fed tidak secara gamblang menyebut akan menghancurkan pasar tenaga kerja, tetapi memang itu diperlukan untuk segera menurunkan inflasi. Ketika pasar tenaga kerja melemah maka daya beli masyarakat akan menurun, dan inflasi juga akan segera menyusul.

Nyatanya, data NFP sudah lebih tinggi dari ekspektasi dalam 13 bulan beruntun, yang menjadi rekor berdasarkan catatan Bespoke.

usFoto: Bespoke Investment Group

Pelaku pasar kini melihat ada probabilitas sebesar 8% The Fed akan kembali menaikkan suku bunga pada bulan Juni. Padahal sebelum rilis data tenaga kerja, probabilitas tersebut nyaris nol, berdasarkan perangkat FedWatch milik CME Group.

Semakin tinggi suku bunga, maka risiko resesi yang semakin dalam menghantui Amerika Serikat. Dampaknya bisa meluas, sebab AS merupakan negara dengan perekonomian terbesar di dunia. Apalagi, sektor manufaktur China kembali mengalami kontraksi.

Data dari pemerintah China menunjukkan purchasing managers' index (PMI) manufaktur pada April tercatat sebesar 49,2, turun dari bulan sebelumnya 51,9 dan berada di level terendah sejak Desember 2021.

PMI menggunakan angka 50 sebagai ambang batas. Di bawahnya berarti kontraksi, sementara di atasnya adalah ekspansi.

Jika perekonomian AS merosot tajam, maka PMI manufaktur China bisa berkontraksi lebih dalam, sebab Amerika Serikat merupakan pasar ekspor terbesar China. Berdasarkan data dari World Top Exports, nilai ekspor China ke Amerika Serikat sebesar US$ 582,8 miliar pada 2022, atau sekitar 16% dari total ekspor China.

Ketika China ikut terseret kemerosotan Amerika Serikat, maka perekonomian dunia juga terkena imbasnya. Seperti diketahui, IMF menyebut China dan India merupakan motor perekonomian dunia tahun ini.

China diprediksi berkontribusi sebesar 34,9% dari pertumbuhan ekonomi global tahun ini, disusul India 15,4%. Jika perekonomian China tidak jadi cemerlang, perekonomian dunia tentunya juga ikut muram.

Artinya, "unlucky 13" di Amerika Serikat bisa membuat perekonomian dunia carut-marut lagi. Dampaknya ke pasar finansial tentunya juga akan terasa.

"Pasar saham (Wall Street) menguat pada Jumat, tetapi jangan berharap momentum tersebut bisa dipertahankan dalam jangka menengah. Kita masih melihat perekonomian melemah ke depannya dan masalah perbankan belum selesai. Ini akan membuat pasar saham benar-benar berjuang," kata Ed Moya, analis pasar senior di Oanda, sebagaimana dilansir Business Insider.

Sementara itu dari dalam negeri, Bank Indonesia akan merilis data Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) yang bisa menggerakkan pasar finansial.

Pada awal April lalu, BI melaporkan IKK Maret 2023 sebesar 123,3, lebih tinggi dibandingkan dengan 122,4 pada Februari 2023. IKK di atas 100 berarti konsumen optimistis melihat perekonomian Indonesia. Semakin tinggi artinya semakin optimistis dan semakin banyak belanja yang akan dilakukan. 

Hal ini bisa berdampak positif, sebab belanja konsumen merupakan motor penggerak perekonomian. Pada kuartal I-2023 kontribusinya mencapai 51,88%, bahkan hanya konsumsi rumah tangga yang tumbuh dibandingkan kuartal IV-2022, sektor lainnya mengalami kontraksi. 

HALAMAN SELANJUTNYA >>> Simak Rilis Data dan Agenda Hari Ini

Berikut sejumlah agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini:

  • Data indeks keyakinan konsumen Australia (7:30 WIB)
  • Data neraca perdagangan China (10:00 WIB)
  • Data indeks keyakinan konsumen Indonesia (10:00 WIB)


Berikut sejumlah agenda emiten di dalam negeri pada hari ini:

  • Cash Dividend (distribution): BNLI, AVIA
  • Cash Dividend (cum): AKRA, TUGU
  • Cash Dividend (ex): BYAN
  • Right Issue (distribution): BBKP
  • Right Issue (cum): BKSW
  • IPO (listing): MPXL
  • RUPS: TMPO, SOSS, WTON, PGJO, SFAN

Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:

Indikator

Tingkat

Pertumbuhan Ekonomi (Q1-2023 YoY)

5,03%

Inflasi (April 2023 YoY)

4,33%

BI-7 Day Reverse Repo Rate (April 2023)

5,75%

Surplus Anggaran (APBN Februari 2023)

0,61% PDB)

Surplus Transaksi Berjalan (Q4-2022 YoY)

1,3% PDB

Surplus Neraca Pembayaran Indonesia (Q4-2022 YoY)

US$ 4,7 miliar

Cadangan Devisa (April 2023)

US$ 144,2 miliar

²©²ÊÍøÕ¾ INDONESIA RESEARCH

[email protected]

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular