
BI Uji Daya Tahan Perbankan RI, Ini Hasilnya!

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengungkapkan, hasil stress test atau daya tahan perbankan hingga saat ini masih kuat, meski tekanan ekonomi global masih cukup kuat.
Berdasarkan hasil evaluasi dalam rapat dewan gubernur yang dilakukan pada 24-25 Juli 2023, Perry mengatakan, ketahanan sistem keuangan, khususnya perbankan, masih terjaga.
"Hasil stress test Bank Indonesia juga menunjukkan ketahanan perbankan tetap kuat," kata dia saat konferensi pers di kantornya, Jakarta, Selasa (25/7/2023).
Ia mengatakan, ini tergambar dari susu permodalan perbankan yang kuat dengan rasio kecukupan modal atau Capital Adequacy Ratio (CAR) sebesar 26,07% pada Mei 2023.
Dari sisi risiko kredit juga tetap terkendali, tercermin dari rasio kredit bermasalah atau Non Performing Loan (NPL) yang rendah, yaitu 2,52% bruto dan 0,77% neto pada Mei 2023.
Sementara itu, dari sisi likuiditas perbankan pada Juni 2023 juga menurutnya masih terjaga, dipengaruhi oleh pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) sebesar 5,79% (yoy).
Tercermin dari rasio Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) tercatat 26,73% pada Juni 2023, atau masih tinggi sejalan dengan stance kebijakan likuiditas longgar Bank Indonesia.
Perkembangan likuiditas tersebut berperan positif terhadap perkembangan suku bunga perbankan. Di pasar uang, suku bunga IndONIA menurutnya cukup rendah yakni 5,61% pada 24 Juli 2023.
Di pasar obligasi, imbal hasil SBN tenor jangka pendek 5,99%, sementara imbal hasil SBN tenor jangka panjang tercatat 6,22% pada tanggal yang sama.
Di perbankan, suku bunga deposito 1 bulan dan suku bunga kredit pada Juni 2023 juga ia anggap terjaga rendah, yaitu sebesar 4,14% dan 9,34%.
"Bank Indonesia terus memperkuat sinergi dengan KSSK dalam memitigasi berbagai risiko ekonomi domestik dan global yang dapat mengganggu ketahanan sistem keuangan serta momentum pemulihan ekonomi," tegas Perry.
Adapun tekanan ekonomi global yang menurutnya masih kuat dan bisa mempengaruhi kondisi perekonomian domestik di antaranya pertumbuhan ekonomi global 2023 yang tetap sebesar 2,7%, namun disertai dengan pergeseran sumber pertumbuhan.
"Pertumbuhan ekonomi Tiongkok lebih rendah sejalan dengan tertahannya konsumsi dan investasi terutama sektor properti," tutur Perry.
Tekanan inflasi di negara maju juga masih relatif tinggi dipengaruhi oleh perekonomian yang lebih kuat dan pasar tenaga kerja yang ketat. Ini menurutnya Perry akan mendorong kenaikan lebih lanjut suku bunga kebijakan moneter di negara maju, termasuk Federal Funds Rate (FFR).
"Perkembangan tersebut mendorong aliran modal ke negara berkembang lebih selektif dan meningkatkan tekanan nilai tukar di negara berkembang, termasuk Indonesia, sehingga memerlukan penguatan respons kebijakan untuk memitigasi risiko rambatan global," ucapnya.
(mij/mij) Next Article BI Ramal Suku Bunga Fed Turun di Semester II-2024