
Pengembangan Tahap 2 Blok Gas Raksasa Ditargetkan Lebih Mulus

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Pemerintah sampai saat ini belum menyetujui rencana pengembangan (Plan of Development/ POD) tahap 1 Blok Gas Sakakemang, Sumatera Selatan yang dioperasikan Repsol.
Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Dwi Soetjipto mengatakan belum disetujuinya POD Blok Sakakemang hingga saat ini karena masih belum adanya kesepakatan dalam penentuan harga jual gas.
Menurutnya, lebih kecilnya cadangan yang akan dimanfaatkan pada pengembangan tahap 1 yakni hanya 0,5 triliun kaki kubik (TCF) dari total potensi cadangan sebesar 2 TCF membuat nilai investasi yang dibutuhkan cukup besar dan nilai keekonomian proyek tinggi, sehingga sulit bagi perusahaan untuk menurunkan harga jual gas.
Oleh karena itu, dia berharap dalam pembahasan rencana pengembangan tahap 2 nantinya akan lebih mudah dan lebih lancar.
"POD tahap 2 dengan jumlah cadangan lebih besar mestinya akan lebih mudah mencapai keekonomiannya," ungkapnya.
Saat ini menurutnya pihaknya bersama dengan Kementerian ESDM dan juga Repsol terus berdiskusi agar mencapai kesepakatan dalam penetapan harga jual gas, sehingga POD tahap 1 ini bisa segera disetujui.
Salah satu opsi yang ditawarkan pemerintah menurutnya yaitu menurunkan investasi atau belanja modal. Bila ini terjadi, maka diperkirakan bisa menurunkan harga jual gas nantinya.
"Mudah-mudahan ini segera mungkin bisa kita selesaikan. Kami berharap bulan September-Oktober ini sudah ada kejelasan mengenai POD tahap 1," ujarnya.
Sebelumnya, dia mengungkapkan perbedaan harga jual gas antara yang diharapkan pemerintah dan Repsol yakni karena dari sisi pemerintah mengharapkan harga jual gas dari Blok Sakakemang ini mencapai sekitar US$ 5,4 per juta British thermal unit (MMBTU), mengacu pada Peraturan Menteri ESDM No.8 tahun 2020 di mana harga jual gas pipa ke industri maksimal US$ 6 per MMBTU.
Sementara dari sisi Repsol menginginkan harga jual gas sebesar US$ 7 per MMBTU sesuai dengan hitungan keekonomian proyek. Bila harga gas yang ditetapkan di bawah US$ 7 per MMBTU, maka menurutnya ini akan mengganggu keekonomian dari proyek Blok Sakakemang ini.
"Tentunya dengan demikian, akan mengganggu keekonomian Sakakemang," tuturnya.
Blok Sakakemang yang dioperasikan Repsol Indonesia kini menjadi andalan untuk meningkatkan sumber pasokan gas Indonesia pada beberapa tahun mendatang. Sejak awal 2019 lalu pemerintah mengungkapkan pengharapan besarnya atas blok gas raksasa ini karena telah ditemukannya potensi cadangan gas hingga 2 TCF di blok ini. Ini merupakan cadangan gas terbesar yang pernah ada selama 18 tahun terakhir.
Repsol menemukan cadangan gas ini dari sumur Kaliberau Dalam 2X (KBD2X) dengan kedalaman 2.430 meter, yang ditajak pada 20 Agustus 2018. Nantinya gas produksi Blok Sakakemang akan diintegrasikan dengan fasilitas produksi di Blok Corridor. Wilayah Sakakemang memang berdekatan dengan wilayah Corridor.
Blok Sakakemang ini dioperasikan Repsol yang memiliki hak partisipasi 45% dan selebihnya dimiliki oleh Petronas 45% dan MOECO 10%. Pada 2015, Repsol SA mengakuisisi Talisman Energy Inc senilai US$ 8,3 miliar. Dengan demikian, blok minyak yang tadinya dikelola Talisman diambil alih oleh Repsol.
(wia) Next Article Lama Tak Terdengar, Apa Kabar Proyek Gas Raksasa Sakakemang?