²©²ÊÍøÕ¾

Waspada, Ancaman Deflasi di Depan Mata!

Tirta Citradi, ²©²ÊÍøÕ¾
09 February 2021 15:47
Ilustrasi kelapa sawit. (²©²ÊÍøÕ¾/Muhammad Sabki)
Foto: Ilustrasi kelapa sawit. (²©²ÊÍøÕ¾/Muhammad Sabki)

Untuk saat ini, inflasi masih terjadi akibat kenaikan harga bahan pangan yang termasuk kelompok volatile goods. Kenaikan berbagai harga pangan sebenarnya tidak hanya terjadi di dalam negeri saja, tetapi fenomena ini terjadi secara mengglobal. Harga pangan terus mengalami kenaikan dalam tujuh bulan terakhir secara beruntun. Hal ini tercermin dalam indeks harga pangan versi FAO.

Pada Januari lalu, indeks harga pangan dunia menyentuh level 113,3 atau naik 4,7% dibanding bulan sebelumnya dan menjadi posisi tertinggi sejak Juli tahun 2014. Kenaikan harga pangan dunia ditopang oleh menguatnya harga gula, minyak nabati dan biji-bijian.

Pemicunya pun sebenarnya sama dengan yang terjadi di Tanah Air. Faktor ketatnya pasokan menjadi biang kerok dari naiknya harga pangan global. Maklum saat pandemi harga berbagai komoditas termasuk pangan berguguran. 

Jatuhnya harga pangan dan adanya kebijakan pembatasan mobilitas publik membuat para petani atau pekerja di sektor agrikultur kurang bergairah karena tidak mendapatkan imbal hasil yang setara dengan usaha yang dilakukan.

Di saat yang sama kondisi cuaca ekstrem di akhir tahun terutama di wilayah Asia Tenggara membuat harga CPO terbang.

Namun dengan adanya pelonggaran pembatasan, stimulus fiskal dan moneter jumbo hingga kabar positif vaksin Covid-19 membuat sentimen commodity supercycle menjadi tema utama pengerek harga komoditas selain pemulihan permintaan yang sifatnya masih gradual.

Untuk melihat fenomena inflasi dengan kacamata yang lebih jeli, maka seluruh komponennya harus diperhatikan dan ditimbang. Apakah fenomena inflasi atau deflasi ini terjadi akibat dinamika permintaan dan penawaran atau ada hal yang lain.

Jika melihat tahun 2020, penyumbang inflasi yang tertinggi di Indonesia adalah inflasi makanan, minuman dan tembakau. Dari sisi inflasi berdasarkan harga, kenaikan harga tertinggi masih terjadi untuk komponen harga pangan yang masuk dalam komponen bergejolak. 

Makanan adalah kebutuhan pokok bagi setiap orang, sehingga kebutuhannya harus terpenuhi berbeda dengan mobil atau aksesoris serta rekreasi yang dapat ditunda. Meski sumbangsihnya paling besar mengukur kesehatan ekonomi dari satu pos ini saja tentu tidak relevan.

Apabila dilihat secara makro, beberapa komponen barang dan jasa masih mencatatkan deflasi seiring dengan rendahnya mobilitas publik. Sektor transportasi masih mencatatkan deflasi, begitu juga dengan komoditas energi. Sementara itu inflasi yang lain juga masih tercatat rendah.

Peningkatan pengangguran dan angka kemiskinan akibat Covid-19 membuat daya beli tergerus. Hal ini juga tercermin dari inflasi inti yang terus melambat. Pada Januari 2021, inflasi inti di Indonesia bahkan mencapai level terendah sejak 2010 di 1,56%.

Tren ini sudah terjadi sejak lima tahun terakhir, artinya permasalahan daya beli adalah fenomena yang bukan lagi akut, melainkan kronis. Inflasi untuk tahun ini kemungkinan membaik, tetapi bukan berarti ada perbaikan signifikan dari tingkat inflasi inti.

Lonjakan kasus Covid-19 masih menjadi ancaman terbesar bagi perekonomian. Apabila peningkatan kasus harian melebihi jumlah orang yang divaksinasi, maka masih ada kemungkinan masyarakat menengah ke atas tetap mengerem diri untuk belanja dan lebih memilih menabung.

Sementara itu adanya kenaikan cukai hasil tembakau serta kenaikan iuran BPJS kesehatan juga akan turut berkontribusi terhadap kenaikan inflasi. Namun sekali lagi, ini tidak mencerminkan adanya perbaikan daya beli. 

TIM RISET ²©²ÊÍøÕ¾ INDONESIA

(twg/twg)

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular