²©²ÊÍøÕ¾

Bos Sepatu Yongki Komaladi Buka Suara Pabrik Bata Tutup

Martyasari Rizky, ²©²ÊÍøÕ¾
14 May 2024 19:45
Suasana lengang Toko sepatu Bata di Pasar Baru, Jakarta Pusat, Rabu (8/5/2024), tetap beroperasi pascapenutupan pabrik sepatunya di Purwakarta, Jawa Barat. (²©²ÊÍøÕ¾/Tri Susilo)
Foto: Suasana lengang Toko sepatu Bata di Pasar Baru, Jakarta Pusat, Rabu (8/5/2024), tetap beroperasi pascapenutupan pabrik sepatunya di Purwakarta, Jawa Barat. (²©²ÊÍøÕ¾/Tri Susilo)

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Gelombang penutupan dan PHK industri alas kaki masih terus berlanjut di tengah gejolak ekonomi global. Baru-baru ini Pabrik PT Sepatu Bata Tbk (BATA) di Purwakarta resmi menutup operasionalnya.

Berkaca dari kondisi produsen sepatu Bata, Founder & CEO PT Sumber Kreasi Fumiko, Yongki Komaladi mengungkapkan sejumlah tantangan industri alas kaki. Mulai dari persoalan bahan baku yang masih banyak impor hingga permasalahan tenaga kerja dan kebijakan pemerintah.

"Menurut saya, bahan baku itu salah satu hal yang susah didapat kalau di produksi lokal. Hampir 90% memang produk dari luar, utamanya China. Tapi kalau mengenai Bata, setahu saya Bata juga impor barang-barang dari seluruh negara yang mereka punya asosiasi sendiri, dari Malaysia, India, Singapura, mereka saling berbagi cerita dan mereka bisa membeli barang-barang dari luar," kata Yongki dalam Profit ²©²ÊÍøÕ¾, Selasa (14/5/2024).

Menurutnya, dari sisi tenaga kerjanya juga harus dilihat, apakah tenaga kerja di Indonesia cukup potensial dibandingkan negara lain.

"Dan bagaimana mengenai kebijakan juga yang harus dipikirkan, karena sekarang ini kita boleh dibilang 70% rata-rata produk itu bahan dari luar, tenaga kerjanya pun potensial sebesar apa, apakah seprofesional di negara lain. Hal-hal itu menjadi sesuatu yang harus mereka pikirkan kembali efisiensi dan segala macamnya," ucap dia.

Yongki juga mengatakan persoalan di industri alas kaki tidak hanya dialami Bata, namun juga UMKM alas kaki yang menghadapi banyak tantangan. Salah satunya terkait bahan paku hingga pasar yang diserbu produk impor, sehingga membutuhkan dukungan regulasi pemerintah.

Suasana lengang Toko sepatu Bata di Pasar Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, Rabu (8/5/2024), tetap beroperasi pascapenutupan pabrik sepatunya di Purwakarta, Jawa Barat. (²©²ÊÍøÕ¾/Tri Susilo)Foto: Suasana lengang Toko sepatu Bata di Pasar Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, Rabu (8/5/2024), tetap beroperasi pascapenutupan pabrik sepatunya di Purwakarta, Jawa Barat. (²©²ÊÍøÕ¾/Tri Susilo)
Suasana lengang Toko sepatu Bata di Pasar Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, Rabu (8/5/2024), tetap beroperasi pascapenutupan pabrik sepatunya di Purwakarta, Jawa Barat. (²©²ÊÍøÕ¾/Tri Susilo)

"UMKM di Indonesia pasti lebih terkesot-kesot lagi, lebih susah lagi. Karena Bata perusahaan besar saja begini, apalagi UMKM yang kecil. Ini yang harus dipikirkan. Akibatnya begini, sebabnya kenapa? Nah ini yang harus dipikirin. Saya merasa sayang sekali kalau UMKM yang sangat mengandalkan jual di lokal, pasti jauh lebih susah lagi dibandingkan Bata. Ini juga menjadi PR kita bersama bahwa apakah ini industri yang cukup punya kepadatan tenaga kerja yang luar biasa, harus dipikirkan. Perusahaan besar pasti punya strategi-strategi tertentu," jelasnya.

Ia menekankan bahwa pentingnya memikirkan bersama bagaimana cara mengatasi fenomena maraknya penutupan pabrik ini, jangan hanya dilihat dari sebab atau akibatnya saja, melainkan dipikirkan bagaimana caranya menyiasati agar kejadian itu tidak terulang di UMKM.

Lebih lanjut, Yongki memprediksi bahwa kondisi ini ada kemungkinan berlanjut ke merek lainnya, tidak hanya Bata. Karena katanya, saat ini sudah banyak sekali UMKM yang teriak 'tidak sanggup' menjalankan bisnisnya. Mereka merasa tidak terfasilitasi dan didukung oleh pemerintah.

"Contohnya, banyak UMKM yang ingin membranding produknya tapi kalah dengan brand-brand dari luar negeri. Kenapa gak difasilitasi masuk ke mal atau dept store. Tidak hanya pameran yang hanya seminggu, tapi dikasih tempat di mal-mal, kan bisa bekerjasama dengan pusat perbelanjaan. Supaya produk lokal sendiri dicintai," ucapnya.

"Saya lihat mal-mal hanya memberikan tempat untuk brand-brand yang ternama, sedangkan UMKM juga padat karya yang mesti didukung. Jadi harus dipikirkan kesinambungan selama mereka menjadi produksi lokal yang seharusnya dicintai dan dikenal ke negara lain," imbuh dia.

Bukan tanpa sebab ia menyarankan demikian, hal itu lantaran dia melihat sendiri banyak brand-brand lokal yang belum terkenal, yang akhirnya tidak bisa melanjutkan produksi karena tidak menerima banyak dukungan.

"Tolong bantulah UMKM yang sangat tidak punya kemampuan beradaptasi, bagaimana? Itu yang harus dipikirkan. Karena ini kan banyak tenaga kerja yang bagus, dan kita orang-orang yang kreatif yang saya berharap juga kita sebagai produksi lokal jangan hanya bisa mengcopy produk orang, tapi kalau bisa menciptakan produk lokal yang berpotensial yang punya roh bagus, sehingga ini menjadi beda dengan produk yang dari China atau negara lainnya. Itu yang harus kita rubah cara berpikirnya secara UMKM," ujarnya.

Meski demikian, Yongki tetap mengingatkan kepada pelaku UMKM untuk merubah pola berpikirnya. Jika sebelumnya berpikir hanya menunggu kesempatan, sekarang harus berpikir bagaimana caranya menjemput kesempatan tersebut.

"Jangan hanya nunggu bola, harus jemput bolanya. Dirubah bagaimana pola pikir mereka sehari-hari. Mereka harus punya wadah yang bisa membentuk pribadi mereka berubah dengan keadaan zaman yang begitu keras dan tidak cukup welcome semua orang bisa masuk," pungkasnya.


(wur) Next Article 233 Karyawan Kena PHK Massal Pabrik Sepatu Bata Tutup

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular