Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Pada kuartal II-2021, ekonomi Indonesia tumbuh impresif, lebih dari 7%. Namun momentum itu tidak bisa dipertahankan pada kuartal selanjutnya.
Pada April-Juni 2021, Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia tumbuh 7,07% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (year-on-year). Ini menjadi rekor tertinggi sejak kuartal IV-2004.
Akan tetapi, laju yang cepat itu tidak bertahan lama. Badan pusat Statistik (BPS) akan merilis data pertumbuhan ekonomi kuartal III-2021 pada 5 November 2021, dan kemungkinan angkanya jauh melambat.
Median proyeksi pasar yang dihimpun ²©²ÊÍøÕ¾ memperkirakan ekonomi Tanah Air pada kuartal III-2021 tumbuh 3,61% yoy. Proyeksi tertinggi adai di 4,5% yoy dan terendah 3,23% yoy.
Sebagian responden memberikan proyeksi pertumbuhan ekonomi untuk sepanjang 2021. Angka median proyeksi juga sebesar 3,61%. Kalau yang ini, jauh membaik ketimbang 2020 yang -2,07%.
Sebagai perbandingan, konsensus pasar versi Reuters menghasilkan angka 3,76% yoy untuk pertumbuhan ekonomi kuartal III-2021. Sementara pertumbuhan ekonomi sepanjang 2021 'diramal' 3,4%.
Dari manapun sumbernya, terlihat jelas bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia lebih 'kurus' pada kuartal III-2021. Memangnya pakai 'diet' apa sih?
Halaman Selanjutnya -->Â Corona Gawat, Datang PPKM Darurat
Seperti tahun lalu, ekonomi Indonesia masih dibayangi oleh risiko terbesar bernama pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19). Sepanjang pandemi belum pergi, situasinya akan sulit. Upaya menggenjot perekonomian akan terbentur dengan penanganan pandemi.
Apalagi pada kuartal III-2021 pandemi virus corona di Indonesia mencapai puncaknya. Sepanjang kuartal III-2021, rata-rata pasien positif corona bertambah 22.139 orang setiap harinya. Jauh lebih banyak ketimbang kuartal sebelumnya yaitu 7.325 orang per hari dan kuartal III-2020 yakni 2.559 orang per hari.
Penyebabnya adalah peningkatan mobilitas masyarakat saat liburan Idul Fitri. Meski ada larangan mudik, tetapi tetap saja ada 'kebocoran'. Tidak sedikit masyarakat yang berhasil pulang ke kampung halaman untuk berlebaran bersama keluarga dan handai taulan.
Virus corona mirip dengan influenza. Virus yang awalnya mewabah di Kota Wuhan, Provinsi Hubei, Republik Rakyat China ini akan lebih mudah menular ketika terjadi peningkatan interaksi dan kontak antar-manusia. Saat kontak dan interaksi itu terjadi secara masif, hasilnya jelas: ledakan kasus positif.
Plus, ada virus corona varian delta yang jauh lebih menular ketimbang sebelumnya. Bermula dari India, varian ini kemudian menyebar ke lebih dari 100 negara, termasuk Indonesia.
Rumah sakit dibanjiri oleh pasien positif corona. Tabung oksigen langka karena menjadi rebutan. Stok obat-obatan pun menipis, kalau ada harganya naik tinggi.
Dihadapkan kepada realita gelombang serangan kedua (second wave outbreak) ini, pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak punya pilihan. Pembatasan sosial (social distancing) harus diketatkan.
Mulai 3 Juli 2021, pemerintah menerapkan kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat di Jawa-Bali. Wilayah luar Jawa-Bali juga menyusul tidak lama setelah itu.
Masa PPKM Darurat benar-benar mencekam. Karyawan di sektor non-kritikal dan non-esensial wajib 100% bekerja dari rumah. Siswa-siswi pun harus kembali belajar dari rumah.
Pusat perbelanjaan alias mal tidak boleh beroperasi. Restoran dan warung makan hanya melayani pesanan takeaway dan delivery. Rumah ibadah pun menutup pintu bagi para jamaah.
Untuk menegakkan PPKM Darurat, aparat keamanan dari TNI dan Polri berjaga di berbagai titik. Mereka yang kedapatan keluar rumah tanpa didasari urusan penting bin mendesak terpaksa diminta balik kanan. Intinya, masyarakat diminta untuk tetap #dirumahaja.
PPKM Darurat hanya berumur sekitar sebulan. Setelah itu pemerintah menggantinya dengan PPKM sistem level. Paling ketat adalah Level 4, paling longgar Level 1.
Pada Agustus, masih banyak daerah yang diberi cap PPKM Level 4. Aktivitas dan mobilitas masyarakat masih sangat terbatas, sama saja dengan PPKM Darurat.
Halaman Selanjutnya -->Â Ekonomi 'Mati Suri'
Kebijakan ini bertujuan mulia, menyelamatkan nyawa rakyat Indonesia dari renggutan virus corona. Namun harga yang harus dibayar sama sekali tidak murah. Seperti Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) pada kuartal II-2020, ekonomi Ibu Pertiwi 'mati suri'.
Sepanjang kuartal III-2021, aktivitas manufaktur yang diukur dengan Purchasing Managers' Index (PMI) rata-ratanya adalah 45,33. Turun dibandingkan kuartal sebelumnya yang sebesar 54,47.
PMI menggunakan angka 50 sebagai garis start. Jika di bawah 50, maka artinya dunia usaha berada di fase kontraksi, tidak ada ekspansi.
Tidak cuma dunia usaha, rumah tangga pun kesulitan karena lapangan kerja semakin sempit. Masyarakat menjadi tidak percaya diri dalam mengarungi 'samudera' ekonomi.
Sepanjang kuartal III-2021, rata-rata Indeks Keyakinan Konsumen ada di 84,33. Turun drastis dari kuartal sebelumnya yang mencapai 104,42.
IKK menggunakan angka 100 sebagai titik mula. Kalau angkanya masih di bawah 100, maka artinya konsumen tidak pede dalam memandang kondisi ekonomi saat ini hingga enam bulan mendatang.
PMI manufaktur mencerminkan geliat dunia usaha di sektor industri pengolahan, kontributor terbesar pembentukan PDB dari sisi lapangan usaha. Sedangkan IKK adalah gambaran konsumsi rumah tangga, penyumbang nomor satu pembentukan PDB dari sisi pengeluaran.
Jadi sudah jelas, PPKM Darurat telah menekan ekonomi dari dua sisi sekaligus yaitu pasokan dan permintaan. Tidak heran kalau hasilnya ekonomi Indonesia jadi lebih 'singset'.
TIM RISET ²©²ÊÍøÕ¾ INDONESIA