²©²ÊÍøÕ¾

Soal 3 Tuntutan Demo Ojol, Ini Respons Kemenhub

Arif Budiansyah, ²©²ÊÍøÕ¾
16 January 2020 06:41
Soal 3 Tuntutan Demo Ojol, Ini Respons Kemenhub
Foto: Demo Ojol (²©²ÊÍøÕ¾/Andrean Kristianto)
Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Demo ribuan ojek online yang diselenggarakan pada hari Rabu, (15/1/2020) secara long march dari Monas ke Kementerian Perhubungan (Kemenhub) lalu ke Istana Negara, untuk memberikan tiga tuntutan kepada pemerintah. Dari ketiga tuntutan tersebut, pihak ojol mengklaim bahwa Kemenhub mendukung aspirasinya.

Saat dikonfirmasi, Dirjen Perhubungan Darat, Budi Setiyadi, menjelaskan sebagian tuntutannya ada yang sedang dalam proses dan sebagian ada yang akan ditinjau ulang atau perlu didalami terlebih dahulu. Ia melihat ada tiga masalah yang diajukan pihak ojol yaitu tarif, legalitas hukum, dan kemitraan.

"Mereka menuntut penyesuaian tarif diberikan kewenangannya kepada gubernur dan walikota daerah masing-masing. Alasannya menurut saya masuk akal sih, karena geografis di Indonesia kan berbeda-beda," ungkap Budi, di kantor kemenhub, kepada wartawan ²©²ÊÍøÕ¾, (15/1/2020).

Menyangkut masalah tarif, Budi menambahkan kalau memang saat ini ia sedang membahas hal tersebut. Itu artinya kemungkinan Peraturan Menteri Perhubungan No. 12 Tahun 2019 namun prosesnya panjang karena harus melibatnya banyak pihak.

"Saya sampaikan ke mereka asosiasi ini kan banyak. Garda harus kompak dulu dong sama asosiasi lain. Jadi setelah merumuskan nanti mereka tinggal dateng ke saya lalu memberikan usulan tarif," jelas Budi.

Pada masalah kedua yakni masalah legalitas hukum. Budi menuturkan pihaknya siap menjembatani garda ojol untuk memberikan aspirasinya ke Komisi 5 DPR

"Saya sempet kaget, payung hukum apa yang diminta. Padahal kan Garda pernah ikut dalam penyusunan dalam Permenhub No. 12. Artinya mereka tahu dan ini hanya untuk stepping stone untuk melangkah ke undang-undang yang lebih besar lagi," jelas Budi.

"Saya jawab memang di dalam komisi 5 DPR ada 2 yang sudah masuk proleknas dan memang prioritas. No 22 tahun 2009 sudah masuk proleknas dan akan dilakukan revisi selama masa periode parlemen yang sekarang ini,. Jadi payung hukum kan sudah tinggal sabar aja" sambungnya.

Untuk masalah terakhir yaitu kemitraan, Budi menerangkan kalau ia sudah bertemu dengan sekjen kementerian tenaga kerja untuk membahas tentang regulasi kemitraan karena ia melihat bahwa ojol butuh posisi yang kuat sebagai pengemudi.

"Selama saya mengundang kementerian ketenagakerjaan sampai sekarang belum ada peraturan menteri tentang kemitraan belum ada yang muncul karena memang masih bingung. Hubungan industrial terkait aplikator dan mitra driver itu binatang apa sih? Kan kalo hubungan kemitraan berarti ada MoU," jelas Budi.

Untuk aspirasi ojol lainnya seperti penutupan pendaftaran mitra pengemudi dan Maxim yang dinilai melanggar kesetaraan tarif. Ia menegaskan kalau itu bukan kewajiban dari Kemenhub.

"Untuk putusan pendaftaran mitra pengemudi yang berkenan mengatur ya pihak aplikator," kata Budi.

"Sedangkan soal Maxim, kami telah melayangkan surat tanggal 30 Desember ke kementerian komunikasi yang isinya 'ada aplikator baru yang tidak sesuai dengan peraturan kita'," tambahnya.

Sebagai catatan, Budi mengungkap bahwa para ojol ini salah ruang karena menuntut Maxim agar ditutup ke Kemenhub. Padahal yang memiliki wewenang penutupan adalah Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo).





Sebelumnya, perwakilan 10 orang dari ojol telah menyampaikan anspirasi-nya yang diundang masuk ke gedung Kemenhub.

Demo ojol ini mempunyai tiga tuntutan yang diajukan kepada pemerintah yaitu;

1. Menghapus zona tarif dan digantikan tarif per-provinsi

2. Melanjutkan tuntutan 2018, yaitu adanya payung hukum perlindungan terhadap ojek online.

3. Penutupan pendaftaran mitra driver di daerah padat dan Maxim yang melanggar batas tarif zona.

Dari hasil diskusi perwakilan tersebut, Fadel Bahrer, selaku Ketua Dewan Pimpinan Daerah Gabungan Aksi Roda Dua Kalimantan Timur menjelaskan bahwa tiga tuntutannya tersebut mendapat dukungan dari Kemenhub.

Pada tuntutan pertama, Dirjen Perhubungan Darat menyetujui untuk menghapus tarif perzona dan dikembalikan ke daerah.

"Ini artinya Gubernur dan Walikota akan menentukan tarif ojek online itu sendiri sesuai keadaan masyarakatnya masing-masing," ujar Fadel.

Pada tuntutan kedua, payung hukum perlindungan ojek online akan dibahas lebih lanjut di DPRI pada tanggal 9 Februari untuk rapat dengar pendapat.

"Alhamdulillah pada tuntutan ketiga, kata Dirjen Perhubungan Darat, pihaknya telah melayangkan surat kepada pihak Maxim untuk menyetarakn tarif," jelas Fadel.



Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular