²©²ÊÍøÕ¾

Sectoral Insight

SVB Picu Ketakutan Baru: Resesi & Pinjaman Kredit Dipersulit

Tri Putra, ²©²ÊÍøÕ¾
21 March 2023 10:45
Silicon Valley Bank
Foto: REUTERS/BRITTANY HOSEA-SMALL

- Bank kecil hingga menengah krusial karena pendorong pertumbuhan kredit AS

- Kasus SVB hingga Signature bisa memperketat kredit dan memicu risiko resesi

- Kolapsnya bank menengah AS bisa mendorong krisis kepercayaan

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Krisis yang dialami bank Amerika Serikat (AS), Silicon Valley Bank (SVB), Signature Bank, hingga First Republic Bank, membuat pasar keuangan global bergejolak akhir-akhir ini. Krisis bank kecil hingga menengah AS tidak bisa dianggap remeh lantaran menjadi pendorong pertumbuhan kredit.

Mengutip data bank sentral AS Federal Reserve (The Fed), yang disitir Wall Street Journal (WSJ) (19/3), bank dengan ukuran lebih kecil dibandingkan 25 bank terbesar AS menyumbang sekitar 38% dari total posisi pinjaman perbankan.

Bahkan, bank-bank tersebut berkontribusi terhadap 67% dari total pinjaman real estat komersial.

Karena itu, bisnis dan ekonomi lokal, termasuk masyarakat umum AS, bakal terkena dampak dari krisis bank-bank menengah dan regional, terutama terkait semakin sulitnya mendapatkan pinjaman bank.



Pinjaman Sulit, Risiko Resesi Naik

Apabila terus berlanjut, hal tersebut pada gilirannya akan mengganggu pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan risiko resesi di Negeri Paman Sam.

"Risiko terkait percikan dari SVB itu nyata," kata Greg Daco, kepala ekonom di EY-Parthenon, unit konsultasi strategi Ernst & Young LLP, kepada WSJ.

Kolapsnya SVB memicu ketakutan di antara para deposan atau nasabah yang ikut menyebabkan kebangkrutan Signature Bank dan langkah penyelamatan First Republic Bank.

"Begitu ada tekanan (stress) pada satu himpunan institusi tertentu, maka institusi tersebut dan yang memiliki kesamaan akan cenderung lebih berhati-hati dalam pemberian pinjamannya," katanya.

Greg melanjutkan, "Kita cenderung berada dalam kondisi ini untuk waktu yang lama."

Pemerintah federal AS dan Wall Street sendiri terus berusaha menenangkan ketakutan publik dengan melakukan sejumlah langkah agresif. Ini semata demi mencegah krisis yang lebih luas terjadi.

Namun, kekhawatiran investor soal kemungkinan bank lain memiliki problem solvabilitas serupa ikut memicu aksi jual saham sektor keuangan.

Hal tersebut, pada gilirannya, memicu kekhawatiran publik soal keamanan dana simpanan dan besarnya kerugian yang belum direalisasi (unrealized loss) sejumlah bank.

Ìý

Torsten Slok, kepala ekonom di Apollo Global Management Inc, bank-bank kecil saat ini cenderung merespons krisis yang terjadi dengan memperketat standar dan memperlambat pinjaman demi meningkatkan rasio modal.

"Jika tiba-tiba jauh lebih sulit untuk mendapatkan pinjaman mobil, pinjaman konsumen, KPR untuk real estat komersial itu karena bank regional kecil harus mengatur ulang neraca," kata Slok kepada WSJ.

Slok memperkirakan ekonomi AS akan memasuki resesi pada pertengahan tahun ini yang dipicu oleh penurunan pinjaman dari bank-bank kecil.

Sementara, Daco juga menyebut, dia yakin rontoknya SVB membuat peluang resesi meningkat secara tajam, dan mungkin terjadi pada tahun ini.Ìý

Sebelumnya, ekonom Goldman Sachs meningkatkan kemungkinan ekonomi AS memasuki jurang resesi dalam 12 bulan ke depan menjadi 35%, dari 25% sebelum kebangkrutan SVB.

Kepala ekonom di sebuah bank regional besar di Dallas, Comerica Bank, Bill Adams menjelaskan, bank-bank regional dan kecil penting bagi perekonomian secara keseluruhan, dan sejumlah pelosok tertentu bahkan lebih bergantung pada bank-bank tersebut untuk mendapatkan kucuran kredit.

"Bank-bank yang berada di luar bank terbesar lebih fokus pada layanan perbankan untuk usaha kecil dan kota kecil serta pedesaan," ujar Bill Adams.

Gejolak sistem keuangan dapat memperketat kredit, yang pada akhirnya melemahkan ekonomi.

Daniil Manaenkov, economic forecaster di Universitas Michigan pun memberikan gambaran. Mulanya, pasar saham dan obligasi yang merosot akan membuat investasi pendanaan menjadi lebih mahal. Kemudian, dampak langsungnya, bank mungkin akan memulihkan neraca atau balance sheet mereka lebih cepat daripada seharusnya.

"Itu berarti Anda mulai membuat lebih sedikit pinjaman berisiko dan jika Anda melakukannya, Anda meningkatkan spread Anda," katanya.

"Kredit akan menjadi agak lebih mahal," jelas Daniil sembari menambahkan bahwa beberapa proyek investasi mungkin tertunda, yang dapat menyebabkan berkurangnya perekrutan karyawan.

Angka perekrutan karyawan di AS terbilang kuat selama dua bulan pertama tahun ini, sebelum adanya kasus kebangkrutan bank.

Padhraic Garvey, kepala penelitian regional ING Bank untuk AS menyebut, kolapsnya SVB kemungkinan akan mengintensifkan pengetatan standar pinjaman oleh perbankan, yang menjadi pertanda buruk bagi pasar tenaga kerja karena memperlambat ekspansi dan investasi.

"Ada korelasi yang cukup kuat antara standar pinjaman [bank] dan pengangguran," kata Garvey.

Menteri Keuangan RI Sri Mulyani menilai musibah SVB berdampak besar bagi keuangan AS, meskipun SVBÌýbukan kategori bank besar di Negeri Paman Sam.

Padahal, menurut Sri Mulyani, SVB dengan aset US$ 200 miliar, termasuk kecil dibandingkan nilai aset perbankan AS yang bisa mencapai US$ 1,3 kuadriliun.

"Bank kecil seperti SVB, dalam ukuran negara maju sepertiÌýAS dimana aset perbankan mencapai US$ 1,3 kuadriliun, bisa menggoyangkan kepercayaan sektor keuangan mereka," paparnya dalam Konferensi Pers APBN KiTa edisi Maret 2023, Selasa (14/3/2023).

Dalam kesempatan berbeda, mantan Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso mengungkapkan, ada beberapa pelajaran yang dapat dipetik dari kebangkrutan kasus bank asal AS, SVB.

"Saya rasa kasus SVB bank banknya memang tak terlalu besar, tapi termasuk bank terbesar kedua yang pernah ditutup oleh Amerika," ujarnya dalam acara squawk box ²©²ÊÍøÕ¾, Senin (20/3).

Menurutnya, meskipun SVB bukanlah perbankan terbesar di AS, tetapi dapat membuat gejolak yang besar dalam kondisi krisis. Pasalnya, hal itu dapat memicu kepanikan di pasar saham yang mana para investor menarik dananya karena alasan psikologis.

"Kalau terjadi rush, bank sebesar apapun, sekuat apapun pasti akan menjadi masalah. Karena rush ini masyarakat tak percaya dan mengambil uangnya dan ini adalah solusi yang harus dikomunikasikan lebih awal," ungkapnya.

Wimboh menambahkan, sebenarnya SVB dapat memiliki solusi, namun karena terlanjur heboh dan membuat pelaku usaha panik, sehingga menjadi persoalan yang tidak dapat teratasi.

"SVB ini sebenarnya mempunyai beberapa solusi yang tunggu waktu beberapa hari, kemudian sudah terlanjur di rush dan akhirnya menjadi bermasalah. Kalau. sudah begitu peran otoritas bagaimana menyelesaikannya. Mencari investor dan tentunya FDIC sangat penting karena dia menjamin deposit, dan ini adalah alat salah satu contoh yang sebenarnya menurut hemat kami dengan komunikasi yang baik lebih awal ya ini bisa, tidak mesti terjadi rush," jelasnya.

Wimboh menambahkan, regulator dan pemerintah terkait saat ini harus membuat berbagai kebijakan yang dapat memberikan dampak positif ke seluruh perusaahan, termasuk perbankan saat krisis berlangsung. Apalagi, dalam menghadapi isu tren kenaikan suku bunga yang masih berlangsung tidak dapat terhindari.

"Dampak psikologis terjadi ke seluruh dunia. Terutama bagi bank-bank yang punya bisnis langsung dengan SVB, apalagi SVB yang beroperasi di London misalkan. Ini mempunyai risiko lebih besar," sebutnya.

"Permodalan yang cukup dan likuiditas pasar kita juga terjaga dengan baik, pemerintah selalu mem-balance [menyeimbangkan] antara kecukupan likuiditas dan ketahanan likuiditas di sektor perbankan. Dan pasar modal kita voatilitasnya terkendali sehingga masyarakat tak perlu panik. karena tak ada alasan untuk khawatir karena tak ada hubungan langsung antar SVB dengan bisnis bank di Indonesia," pungkasnya.

Ìý

²©²ÊÍøÕ¾ INDONESIA RESEARCHÌý

[email protected]

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular